PAPER AKUNTANSI
PEMERINTAHAN
Eddy
Juliansyah, Pijar Kurniawan, Ramdan, Ricky Nugraha Lauda
Diploma IV Akuntansi Alih Program, Politeknik Keuangan
Negara STAN, Jakarta Selatan
Abstrak – Era desentralisasi hadir setelah berlalunya masa
Orde Baru yang mengubah sifat hubungan antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah, serta pemerintah dengan masyarakat. Diperlukan mekanisme
pelaporan yang dapat digunakan sebagai sarana pertanggungjawaban pemerintah. Dengan adanya laporan keuangan pemerintah
maka para pengguna yang berhubungan dengan aktivitas pemerintah dapat memperhatikan
semua kegiatan pemerintah sehingga dapat menyusun suatu perencanaan serta mengevaluasi
efektifitas dan efisiensi kegiatan yang dilaksanakan. Walaupun memiliki tujuan
umum yang sama, bila ditilik dari sudut pandang tertentu laporan keuangan
sektor pemerintahan memiliki beberapa persamaan dan perbedaan dibandingkan
dengan sektor nonpemerintahan/swasta. Begitu pula dengan penerapan
prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan dalam pelaporannya, sebagaimana
tertuang dalam Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan yang diatur oleh
Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 2010.
Kata kunci: tujuan dan prinsip laporan keuangan pemerintah pusat
1.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut Meliala (2007:17), peranan
pelaporan pemerintah yang selama ini hanya secara administrasi sekarang telah
berubah menjadi layaknya suatu laporan keuangan yang mencerminkan semua
aktivitas negara serta memperlihatkan keuangan negara, kekayaan negara, serta
mempertanggungjawabkan semua dana yang pemerintah terima dari masyarakat . Laporan
keuangan pemerintah tersebut memiliki tujuan tertentu yang lebih spesifik daripada
laporan keuangan pada umumnya yang berlaku di sektor swasta. Pemerintah
Indonesia yang memiliki tujuan utama memberikan pelayanan publik seperti
pendidikan, keamanan, kesehatan, transportasi dan lain sebagainya, dalam
penyusunan laporan keuangannya tidak bertujuan sebagaimana laporan keuangan
sektor swasta yang memaksimalkan laba perusahaan.
Pemerintah selaku penyaji laporan keuangan
perlu memperhatikan informasi yang akan ditampilkan dalam laporan keuangan
tersebut untuk keperluan perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan. Untuk
mencapai tujuan umum tersebut, dalam penyusunannya laporan keuangan pemerintah
menganut prinsip-prinsip pelaporan yang jenis dan penerapannya pada LKPP akan
dibahas dalam paper ini.
1.2. Maksud dan Tujuan
Paper ini disusun untuk memenuhi kewajiban tugas
mata kuliah Akuntansi Pemerintahan di Semester 7 Program Diploma IV Akuntansi
Alih Program. Melalui
tulisan ini, penulis berharap pembaca dapat memahami dan mengidentifikasi
laporan keuangan pemerintah ditinjau dari tujuan serta prinsip-prinsip yang
digunakan dalam penyusunan laporan tersebut sebagaimana diatur dalam Standar
Akuntansi Pemerintahan.
1.3. Perumusan Masalah
Berikut rumusan masalah dalam paper ini:
1.
Apa
tujuan laporan keuangan pemerintah?
2.
Apa
saja prinsip yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah?
3.
Bagaimana
prinsip-prinsip tersebut diterapkan dalam laporan keuangan pemerintah pusat
(LKPP) 2014?
4.
Bagaimana
perbandingan laporan keuangan pemerintah dan swasta dilihat dari tujuan dan
prinsip pelaporannya?
2.
LANDASAN TEORI
Salah satu upaya
konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan adalah penyampaian laporan keuangan
pemerintah yang memenuhi prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti
standar akuntansi pemerintah. Pengertian
laporan keuangan dapat ditemukan dari berbagai macam referensi. Menurut Kieso, Wygant, “Financial Statements
are the principal means through which
a company communicates its financial information to those outside it.” Sedangkan berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.05/2013 Laporan Keuangan adalah bentuk
pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan APBN berupa laporan realisasi
anggaran, neraca, laporan arus kas, laporan operasional, laporan perubahan
ekuitas, laporan perubahan Saldo Anggaran Lebih, dan CaLK.
Laporan keuangan pemerintah disusun untuk menyediakan informasi yang
relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh
suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan guna memenuhi kebutuhah
informasi stakehorder, seperti
masyarakat, wakil rakyat, aparat pengawasan, investor maupun kreditor.
Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2010 dan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 238/PMK.05/2011, Laporan
keuangan terutama digunakan untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang
dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan operasional pemerintahan, menilai
kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas
pelaporan, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan
perundang-undangan.
3.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
3.1. Tujuan Pelaporan Keuangan
Pelaporan keuangan pemerintah seharusnya
menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai
akuntabilitas dan membuat keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun
politik dengan:
3.1.1.
Menyediakan informasi
tentang sumber, alokasi dan penggunaan sumber daya keuangan
Tujuan laporan
keuangan ini terwujudnyata dalam salah satu unsur pembentuk LKPP yaitu Laporan
Realisasi Anggaran (LRA). LRA menyediakan informasi yang berguna dalam
memprediksi sumber daya ekonomi yang akan diterima untuk mendanai kegiatan
pemerintah dalam periode mendatang dengan cara menyajikan laporan secara
komparatif. Selain itu, LRA juga dapat menyediakan informasi kepada para
pengguna laporan keuangan pemerintah tentang indikasi perolehan dan penggunaan
sumber daya ekonomi dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan, sehingga dapat
menilai apakah suatu kegiatan/program telah dilaksanakan secara efisien,
efektif, dan hemat, sesuai dengan anggarannya (APBN/APBD), dan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Dengan melihat LRA
pada LKPP 2014 pengguna dapat memperoleh informasi besaran sumber pendapatan
negara yang terdiri atas Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan
Penerimaan Hibah. Selain itu terdapat pembiayaan yang bersumber dari dalam
negeri maupun luar negeri.
Informasi tentang
alokasi sumber daya keuangan negara ditampilkan berupa rincian Belanja Negara
yang terdiri atas Belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan ke beberapa pos,
antara lain: Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal, Pembayaran Bunga
Utang, Subsidi, dsb. Alokasi dapat juga berupa Transfer ke Daerah berupa Dana
Perimbangan, Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian, serta Dana Keistimewaan DIY.
Informasi
penggunaan sumber daya keuangan direpresentasikan melalui tabel anggaran dan
realisasi dari setiap pos LRA, sehingga pengguna dapat menilai efisiensi dan
efektifitas dari dana yang telah dialokasikan. Berikut ini ringkasan informasi
yang bisa didapat dari LRA APBN 2014 terkait sumber, alokasi, dan penggunaan
sumber daya keuangan (dalam triliun rupiah) :
Tabel
1: Ringkasan Laporan Realisasi APBN 2014
3.1.2.
Menyediakan
informasi mengenai kecukupan penerimaan periode berjalan untuk membiayai
seluruh pengeluaran
Dengan membaca
Laporan Realisasi APBN, pengguna dapat menganalisis informasi terkait realisasi
Pendapatan Negara dan Hibah dibandingkan dengan realisasi Belanja Negara,
apakah terjadi Defisit anggaran yang berarti penerimaan tidak mencukupi untuk
membiayai seluruh pengeluaran, atau tidak, sebagaimana ditunjukan oleh adanya
defisit anggaran sebesar 226,69 trilyun rupiah dan pembiayaan neto sebesar
248,89 triliyun rupiah yang mengakibatkan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran
(SiLPA) 2014 sebesar 22,20 trilyun rupiah.
3.1.3.
Menyediakan
informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang digunakan dalam kegiatan
entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah dicapai
Informasi
terkait sumber daya ekonomi yang digunakan dalam kegiatan pemerintah pusat
serta hasil-hasil yang telah dicapai secara mendetail digambarkan oleh Catatan
atas Laporan Keuangan (CaLK). Tabel berikut ini merupakan bagian dari CaLK yang
menggambarkan hasil dari realisasi anggaran berdasarkan fungsinya.
Tabel
2: Realisasi Belanja Pemerintah Menurut Fungsi
3.1.4 Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas
pelaporan mendanai seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya
Untuk
mengetahui informasi bagaimana entitas pelaporan mendanai seluruh kegiataannya
dan mencukupi kebutuhan kasnya, kita
dapat melakukan analisis terhadap Laporan arus kas. Laporan arus kas merupakan
laporan yang menyajikan informasi mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas
dan setara kas selama periode tertentu. Unsur Laporan arus kas adalah
penerimaan kas dan pengeluaran kas.
Penerimaan
kas adalah semua aliran kas yang masuk ke bendahara entitas pelaporan tersebut
sedangkan pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari entitas
pelaporan. Laporan arus kas dapat dibedakan berdasarkan kegiatan atau aktivitas
seperti aktivitas operasi, Investasi Aset Non Keuangan, Pembiayaan, dan Non
Anggaran. Berikut contoh ringkasan laporan arus kas Pemerintah Pusat sesuai
dengan LKPP TA 2014 (Audited)
Uraian
|
TA 2014
|
Saldo Awal Kas BUN, Kas KPPN, Kas BLU, dan Kas Hibah
Langsung
|
67,70
|
Koreksi
Saldo Awal
|
(0,01)
|
Saldo Awal Kas
BUN, Kas KPPN, Kas BLU, dan Kas Hibah Langsung setelah Koreksi
|
67,69
|
Kenaikan
(Penurunan) Kas
|
|
Arus Kas Bersih
dari Aktivitas Operasi
|
(80,07)
|
Arus Kas Bersih
dari Aktivitas Investasi Aset Non Keuangan
|
(146,62)
|
Arus Kas Bersih
dari Aktivitas Pembiayaan
|
248,89
|
Arus Kas Bersih
dari Aktivitas Non Anggaran
|
3,35
|
Penggunaan SAL
|
-
|
Jumlah Kenaikan (Penurunan) Kas
|
25,55
|
Penyesuaian
Pembukuan
|
(3,72)
|
Kenaikan (Penurunan) Kas
|
21,83
|
Saldo Akhir Kas BUN, Kas KPPN, Kas BLU, dan Kas Hibah
Langsung
|
89,52
|
Tabel 3: Ringkasan Laporan Arus Kas
LKPP 2014
Dari ringkasan
tersebut, dapat dianalisis hal-hal sebagai berikut:
a.
Pemerintah
tidak mampu mandiri dan tidak mampu menggali potensi pendapatan sehingga tidak
mencukupi biaya (kebutuhan) operasionalnya - Arus kas bersih dari aktivitas operasi negatif
b.
Pemerintah sedang melakukan pembangunan infrastruktur
(belanja modal) - Arus kas bersih dari
aktivitas Investasi Aset Non Keuangan negatif
c.
Untuk
menutup defisit tersebut, maka pemerintah harus melakukan pembiayaan baik
melalui Pembiayaan dalam negeri maupun luar negeri – Arus kas bersih dari aktivitas pembiayaan positif.
3.1.5 Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan
kondisi entitas pelaporan berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik
jangka pendek maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari pungutan pajak
dan pinjaman
Informasi
mengenai posisi keuangan dapat dilihat pada neraca entitas pelaporan dimaksud.
Neraca adalah laporan yang menggambarkan posisi keuangan entitas pelaporan
mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada periode tertentu. Berikut ini
adalah ringkasan neraca Pemerintah Pusat sesuai dengan LKPP TA 2014 (Audited)
Uraian
|
31 Desember 2014
(Audited)
|
Aset
|
3.910,92
|
Aset Lancar
|
262,98
|
Investasi Jangka
Panjang
|
1309,92
|
Aset Tetap
|
1.714,59
|
Piutang Jangka
Panjang
|
2,83
|
Aset Lainnya
|
620,61
|
Kewajiban
|
2.898,38
|
Kewajiban Jangka
Pendek
|
352,31
|
Kewajiban Jangka
Panjang
|
2.546,07
|
Ekuitas
Dana Neto
|
1.012,54
|
Ekuitas Dana
Lancar
|
(85,02)
|
Ekuitas Dana
Investasi
|
1.097,56
|
Tabel 4: Ringkasan Neraca LKPP 2014
Dari
neraca tersebut, kita dapat menganalisis kondisi entitas pelaporan. Analisis yang paling umum digunakan dalam
melakukan analisis laporan keuangan adalah analisis rasio (ratios analysis). Dalam analisis
rasio atas LKPP tidak menggunakan seluruh rasio, karena pemerintah merupakan
sifatnya nirlaba. Adapun rasio yang digunakan adalah current ratio dan
solvabilitas ratio.
Ratio
|
2014
|
Current Ratio= Current Asset
Current Liabilities
|
0,74
|
Solvabilitas
Ratio= Total
Asset
Total Liabilities
|
1,3
|
Tabel
5: Current Ratio dan Solvabilitas
Ratio
Dari ratio di atas, dapat
disimpulkan bahwa kondisi keuangan pemerintah kurang lancar (liquid) karena
hanya tersedia Rp.0,74 asset untuk setiap Rp.1 utang. Akan tetapi keuangan pemerintah masih
solvable karena untuk setiap Rp.1 utang tersedia Rp.1,3 asset.
3.1.6
Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi
keuangan entitas pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat
kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan.
Perubahaan
posisi keuangan entitas pelaporan dapat dilihat pada laporan realisasi
anggaran. Untuk mengetahui perubahan posisi keuangan perlu membandingkan
pos-pos yang sama dari laporan keuangan suatu entitas pelaporan dengan dua
periode yang berbeda.
Uraian
|
TA 2014 (Audited)
Realisasi
|
TA 2013 (Audited)
Realisasi
|
Selisih
|
Pendapatan Negara
dan Hibah
|
1.550,49
|
1.438,89
|
111,6
|
Belanja Negara
|
1.777,18
|
1.650,56
|
126,62
|
Belanja
Pemerintah Pusat
|
1.203,58
|
1.137,16
|
66,42
|
Transfer
ke Daerah
|
573,70
|
513,26
|
60,44
|
Suspen
Belanja Negara
|
(0,097)
|
0,140
|
|
Surplus (Defisit)
Anggaran
|
(226,69)
|
(211,67)
|
|
Pembiayaan Neto
|
248,89
|
237,39
|
|
SiLPA (SiKPA)
|
22,20
|
25,72
|
|
Tabel
6: Perbandingan Realisasi 2014
dan 2013
3.2. Prinsip Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
Prinsip akuntansi
dan pelaporan keuangan dimaksudkan sebagai ketentuan
yang dipahami dan ditaati oleh pembuat standar dalam penyusunan standar
akuntansi, oleh penyelenggara akuntansi dan pelaporan keuangan dalam melakukan
kegiatannya, serta oleh pengguna laporan keuangan dalam memahami laporan
keuangan yang disajikan. Berikut ini adalah delapan prinsip yang digunakan
dalam akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah:
3.2.1 Basis Akuntansi (Accounting Basis)
Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan
pemerintah adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan
dalam Laporan Realisasi Anggaran dan basis akrual untuk pengakuan aset,
kewajiban, dan ekuitas dalam Neraca.
Basis kas untuk Laporan Realisasi Anggaran berarti bahwa
pendapatan diakui pada saat kas diterima di Rekening Kas Umum Negara/Daerah
atau oleh entitas pelaporan dan belanja diakui pada saat kas dikeluarkan dari
Rekening Kas Umum Negara/ Daerah atau entitas pelaporan. Entitas pelaporan
tidak menggunakan istilah laba. Penentuan sisa pembiayaan anggaran baik lebih
ataupun kurang untuk setiap periode tergantung pada selisih realisasi
penerimaan dan pengeluaran. Pendapatan dan belanja bukan tunai seperti bantuan
pihak luar asing dalam bentuk barang dan jasa disajikan pada Laporan Realisasi
Anggaran.
Basis akrual untuk Neraca
berarti bahwa aset, kewajiban, dan ekuitas dana diakui dan dicatat pada saat
terjadinya transaksi, atau pada saat kejadian atau kondisi lingkungan
berpengaruh pada keuangan pemerintah, tanp memperhatikan saat kas atau setara
kas diterima atau dibayar.
Entitas
pelaporan yang menyajikan Laporan Kinerja Keuangan sebagaimana dimaksud pada
paragraf menyelenggarakan akuntansi dan penyajian laporan keuangan dengan
menggunakan sepenuhnya basis akrual, baik dalam pengakuan pendapatan, belanja,
dan pembiayaan, maupun dalam pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dana. Namun
demikian, penyajian Laporan Realisasi Anggaran tetap berdasarkan basis kas.
3.2.2 Nilai Historis (Historical Cost)
Aset dicatat sebesar pengeluaran kas dan setara kas yang
dibayar atau sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) untuk
memperoleh asset tersebut pada saat perolehan. Kewajiban dicatat sebesar jumlah
kas dan setara kas yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban di
masa yang akan datang dalam pelaksanaan kegiatan pemerintah.
Nilai historis lebih dapat diandalkan daripada penilaian
yang lain karena lebih obyektif dan dapat diverifikasi. Dalam hal tidak
terdapat nilai historis, dapat digunakan nilai wajar aset atau kewajiban
terkait.
3.2.3 Realisasi (Realization)
Bagi pemerintah, pendapatan yang tersedia yang telah
diotorisasikan melalui anggaran pemerintah selama suatu tahun fiskal akan
digunakan untuk membayar utang dan belanja dalam periode tersebut.
Prinsip layak temu biaya-pendapatan (matching-cost
against revenue principle) dalam akuntansi pemerintah tidak mendapat
penekanan sebagaimana dipraktikkan dalam akuntansi komersial.
3.2.4 Substansi Mengungguli Bentuk Formal (Substance Over Form)
Informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan wajar
transaksi serta peristiwa lain yang seharusnya disajikan, maka transaksi atau
peristiwa lain tersebut perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan
realitas ekonomi, dan bukan hanya aspek formalitasnya. Apabila substansi
transaksi atau peristiwa lain tidak konsisten/berbeda dengan aspek
formalitasnya, maka hal tersebut harus diungkapkan dengan jelas dalam Catatan
atas Laporan Keuangan.
3.2.5.
Periodisitas(Periodicity)
Kegiatan akuntansi
dan pelaporan keuangan entitas pelaporan perlu dibagi menjadi periode-periode
pelaporan sehingga kinerja entitas dapat diukur dan posisi sumber daya yang
dimilikinya dapat ditentukan. Periode utama yang digunakan adalah tahunan.
Namun, periode bulanan, triwulanan, dan semesteran juga dianjurkan.
Laporan keuangan
wajib disajikan secara tahunan berdasarkan tahun takwim. Dalam hal suatu
entitas baru terbentuk, laporan keuangan dapat disajikan untuk periode yang
lebih pendek dari satu tahun takwim.
LKPP yang disusun
oleh Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dilaporkan pada Semester I dan
Tahunan. Penyusunan LKPP tersebut dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Perbendaharaan c.q. Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan selaku Unit
Akuntansi Pemerintah Pusat.
3.2.6.
Konsistensi (Consistency)
Perlakuan
akuntansi yang sama diterapkan pada kejadian yang serupa dari periode ke
periode oleh suatu entitas pelaporan (prinsip konsistensi internal). Hal ini
tidak berarti bahwa tidak boleh terjadi perubahan dari satu metode akuntansi ke
metode akuntansi yang lain. Metode akuntansi yang dipakai dapat diubah dengan
syarat bahwa metode yang baru diterapkan mampu memberikan informasi yang lebih
baik dibanding metode lama. Pengaruh atas perubahan penerapan metode ini
diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
Penyajian dan
klasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan antarperiode harus konsisten,
kecuali:
1)
terjadi
perubahan yang signifikan terhadap sifat operasi entitas pemerintahan; atau
2)
perubahan
tersebut diperkenankan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP).
Apabila penyajian
atau klasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan diubah, maka penyajian periode
sebelumnya tidak perlu direklasifikasikan tetapi harus diungkapkan secara
memadai di dalam CaLK.
Menurut Syamsu
Alam dari sudut pandang akuntansi nonpemerintah, prinsip ini pada dasarnya
mengatakan bahwa laporan keuangan tersebut harus mempunyai daya banding. Daya
banding ini untuk perusahaan-perusahaan yang sama dalam periode yang berbeda
atau dalam perusahaan yang berbeda untuk periode yang sama. Daya banding
laporan keuangan akan ditentukan oleh konsistensi penggunaan teori, metode,
dasar, pedoman, dan praktik akuntansi yang sama dengan yang diterapkan
sebelumnya. Konsistensi ini bukanlah harga mati, artinya pada kasus tertentu
ada metode yang tidak cocok dengan kondisi saat ini, maka perusahaan dapat
mengganti metode tersebut asalkan perusahaan menjelaskan tentang perubahan
metode tersebut dan pengaruh penggunaan metode tersebut terhadap angka-angka
dalam laporan keuangan.
3.2.7.
Pengungkapan
Lengkap (Full Disclosure)
Laporan keuangan menyajikan
secara lengkap informasi yang dibutuhkan oleh pengguna. Informasi yang
dibutuhkan oleh pengguna laporan keuangan dapat ditempatkan pada lembar muka (on the face) laporan keuangan atau
Catatan atas Laporan Keuangan.
Masih menurut
Syamsu Alam dalam tulisannya mengenai prinsip akuntansi nonpemerintah,
pengungkapan lengkap maksudnya laporan keuangan dapat memberikan semua
informasi baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang dapat
mempengaruhi interpretasi dan pengambilan keputusan para pemakainya (pemangku
kepentingan). Untuk mencapai ini maka laporan keuangan harus disusun secara
baik sesuai dengan standar akuntansi yang disepakati umum, menggunakan
istilah-istilah yang tepat, memberikan catatan tambahan, memberikan lampiran,
catatan kaki, dan sebagainya.
3.2.8.
Penyajian Wajar (Fair Presentation)
Laporan Keuangan
menyajikan dengan wajar Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo
Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, Laporan
Perubahan Ekuitas, dan Catatan atas Laporan Keuangan.
Dalam rangka
penyajian wajar, faktor pertimbangan sehat diperlukan bagi penyusun laporan
keuangan ketika menghadapi ketidakpastian peristiwa dan keadaan tertentu.
Ketidakpastian seperti itu diakui dengan mengungkapkan hakikat serta tingkatnya
dengan menggunakan pertimbangan sehat dalam penyusunan laporan keuangan.
Pertimbangan sehat mengandung unsur kehati-hatian pada saat melakukan prakiraan
dalam kondisi ketidakpastian sehingga asset atau pendapatan tidak dinyatakan
terlalu tinggi dan kewajiban tidak dinyatakan terlalu rendah. Namun demikian,
penggunaan pertimbangan sehat tidak memperkenankan, misalnya, pembentukan
cadangan tersembunyi, sengaja menetapkan asset atau pendapatan yang terlampau
rendah, atau sengaja mencatat kewajiban atau belanja yang terlampau tinggi,
sehingga laporan keuangan menjadi tidak netral dan tidak andal.
3.3. Perbandingan Tujuan dan Prinsip Laporan Keuangan
Pemerintah dan Swasta
3.3.1.
Pengguna Laporan
Keuangan
Laporan keuangan
sektor publik disusun untuk menyediakan informasi bagi masyarakat, para wakil
rakyat, pengawas, pihak pemberi donasi, investasi, pinjaman, dan pemerintah
sendiri. Sedangkan laporan keuangan sektor swasta ditujukan untuk digunakan
oleh pemegang saham atau pemilik, Pemerintah, Investor, Kreditor, Individu
pegawai dan serikat pekerja.
3.3.2.
Pengaruh eksternal
Dalam mencapai tujuan penyusunan laporan
keuangan pemerintah, pengaruh yang berperan antara lain:
a.
Politik;
b.
Peraturan-peraturan
Pemerintah; dan
c.
Akuntansinya
sesuai dengan kegiatan tertentu dengan peraturan khusus.
Sedangkan menurut
Meliala (2007:21) laporan keuangan sektor swasta hanya dipengaruhi oleh
Undang-Undang Perpajakan.
3.3.3.
Perbandingan
prinsip
Menurut
Syamsu Alam, prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan dalam akuntansi
nonpemerintahan antara lain:
a.
Harga
Perolehan;
b.
Realisasi
Penghasilan;
c.
Mempertemukan
Pendapatan dan Biaya;
d.
Obyektif;
e.
Pengungkapan
Penuh;
f.
Konsistensi
Bila
dibandingkan dengan prinsip pelaporan keuangan dalam akuntansi pemerintahan,
terdapat persamaan prinsip yaitu harga perolehan/history cost, realisasi penghasilan/realization, pengungkapan penuh/full
disclosure, dan konsistensi/ consistency.
Namun pada laporan keuangan sektor nonpemerintah/swasta lebih menitikberatkan pada
prinsip objektif dan mempertemukan pendapatan dan biaya (matching-cost against revenue principle).
4.
KESIMPULAN
Dalam rangka mewujudkan good
governance diperlukan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan. Salah
satu bentuk akuntabilitas tersebut adalah dengan menyusun laporan keuangan yang berisi informasi sumber daya ekonomi yang dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan
operasional pemerintahan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas
dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu menentukan ketaatannya
terhadap peraturan perundang-undangan. Informasi-informasi tersebut dapat
tergambar melalui LKPP 2014 yang disusun dengan prinsip-prinsip pelaporan
keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah.
Laporan keuangan pemerintah dan laporan keuangan sektor swasta pada
dasarnya memiliki tujuan utama yang sama yaitu harus menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna untuk menilai
akuntabilitas suatu
entitas dan membuat keputusan. Hanya saja pengguna laporan keuangan pemerintah
lebih luas daripada laporan keuangan swasta karena ditujukan juga untuk
masyarakat umum di Indonesia. Sedangkan untuk mencapai beberapa tujuan
penyusunannya, laporan keuangan pemerintah dipengaruhi oleh lebih banyak
faktor, salah satu faktor utamanya adalah faktor politik.
Dalam penyusunannya, LKPP memiliki beberapa
prinsip yang sama dengan prinsip pelaporan keuangan pada sektor swasta antara
lain prinsip harga perolehan/history cost,
realisasi penghasilan/realization,
pengungkapan penuh/ full disclosure, dan
konsistensi/ consistency.
DAFTAR REFERENSI
[1] Republik Indonesia.
2010. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan. Lembaran Negara RI Tahun 2010, Nomor 123. Sekretariat
Negara. Jakarta.
[2] Republik Indonesia.
2011. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 238 Tahun 2011
tentang Pedoman Umum Sistem Akuntansi Pemerintahan. Lembaran Negara RI Tahun
2011, Nomor 899. Sekretariat Negara. Jakarta.
[3] Republik Indonesia.
2013. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 213 Tahun 2013
tentang Sistem
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pusat. Lembaran Negara RI Tahun 2013, Nomor
1617. Sekretariat Negara. Jakarta.
[4]
Meliala,
dkk. 2007. Akuntansi Sektor Publik Edisi
2. Jakarta: Semesta Media.
[5]
Alam,
Syamsu. “Prinsip Akuntansi dan Pelaporan Keuangan.” www.wikiapbn.org/prinsip-akuntansi-dan-pelaporan-keuangan. pada tanggal 15 Oktober 2015 pukul 19.00.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar