Lima tahun yang lalu, ketika saya masih duduk di bangku perkuliahan Semester V, saya mencoba untuk mengaktualisasikan diri melalui dunia blog. Namun itu hanya menjadi euforia singkat tatkala hanya ada 1 atau 2 artikel yang dapat saya unggah.
Kini, berkat keisengan saya mengikuti sayembara penulisan dalam rangka HUT Perkantas ke-44, tak dinyana saya dianugerahi juara 1. Sungguh di luar ekspektasi saya, karena sejatinya motivasi saya mengikuti lomba itu hanyalah supaya tulisan tersebut dibaca oleh kaum akademisi yang melayani di lingkungan Perkantas dan mereka memahami pergumulan di dunia bea cukai. Terima kasih kepada Tuhan dan kawan editor yang menolong saya belajar menulis. Pencapaian inilah yang membuat saya termotivasi kembali untuk menggeluti dunia blogger, dengan dorongan dari rekan pelayanan untuk menjadikan menulis sebagai passion.
Berikut ini karya pertama saya yang dimuat di media berskala nasional. Semoga menjadi berkat..
Mimpi
Pemungut Cukai bagi Negeri
“Kerja di
mana lo sekarang?”|
”Di Priok,
Bro, Bea Cukai”|
”Waaah,
tajir lo! Kalau ada gadget murah,
kabari ya, Bro!”|
”Yailaaahhh.…”
Percakapan tersebut tak jarang Penulis alami selepas menyelesaikan
pendidikan Program Diploma III Kepabeanan dan Cukai di Sekolah Tinggi Akuntansi
Negara (STAN). Beberapa teman SMA bahkan teman pelayanan yang baru Penulis
kenal di Jakarta, setelah mendengar di mana Penulis bekerja, ada 2 (dua) hal
yang paling sering terlintas di pikiran mereka yaitu KAYA dan BM (Barang Murah/Black Market). Bagaimana dengan Pembaca
sendiri? Apa yang Pembaca pikirkan apabila mendengar kata “Bea Cukai”?
Bea Cukai berasal dari 2 (dua) kata, yaitu “Kepabeanan” dan
“Cukai”. Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan
lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean serta pemungutan Bea
Masuk (Barang Impor) dan Bea Keluar (Barang Ekspor). Sedangkan Cukai adalah
pungutan negara terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai karakteristik:
jumlah konsumsinya perlu dikendalikan; peredarannya perlu diawasi; pemakaiannya
dapat menimbulkan dampak negatif; atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan
negara demi keadilan (misalnya: hasil
tembakau, minuman beralkohol dengan kadar tertentu, dan etil alkohol).
Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai (DJBC) memiliki tugas dan fungsi sebagai Revenue Collector (Pemungut penerimaan negara), Community Protector (Pelindung industri
dalam negeri), Trade Facilitator
(Fasilitator perdagangan internasional), Industrial
Assistance (Pendukung perdagangan dalam negeri); dan Border Management (Pengawas lalu lintas perbatasan). Kelima tugas
tersebut mencakup aspek pelayanan dan pengawasan yang menjadi dilema bagi
setiap pejabat pengambil keputusan di DJBC, di mana masyarakat menuntut
pelayanan kepabeanan secepat mungkin dan di sisi lain pemerintah tidak
mengharapkan masuknya barang ilegal. Kompleksitas tugas ini membuat peran
setiap pegawai bea cukai menjadi vital bagi aspek keamanan dan keuangan
Indonesia. Sebagai gambaran, data penerimaan bersih DJBC tahun 2014 sebesar Rp
358.624.319.767.373,- mampu dikumpulkan oleh seluruh pegawai bea cukai dari
Sabang sampai Merauke yang berjumlah sekitar 13.500 orang. Rasio kontribusi
tiap pegawai adalah sekitar Rp 27 Milyar per tahun, yang disetorkan untuk
penerimaan negara. Sungguh pencapaian yang fantastis!
Lalu
apa kata Alkitab tentang bea cukai? Kemungkinan besar kita akan langsung
teringat pada kisah pemanggilan Lewi oleh
Yesus untuk menjadi murid-Nya (Markus 2:13-17), kisah pertemuan Yesus dengan Zakheus (Lukas 19:1-10), serta perumpamaan tentang orang Farisi dan pemungut cukai (Lukas 18:9-14). Pemungut
cukai merupakan salah satu jenis pekerjaan di masyarakat Yahudi waktu itu yang
dipandang buruk bahkan dibenci oleh masyarakat Yahudi di sekitar mereka.
Alasannya setidaknya ada tiga: pemungut cukai dinilai memberatkan rakyat;
mereka menarik pajak untuk pemerintah Romawi yang dianggap musuh oleh rakyat;
dan cara yang mereka gunakan sangat kejam serta cenderung korup.
Pekerjaan yang memiliki stigma negatif sejak
zaman Yesus berkarya di bumi, kini Penulis jalani sebagai visi yang Tuhan
berikan. Penulis meyakini bahwa Tuhan menempatkan orang-orang pilihan-Nya tidak
di tempat dan waktu yang sembarangan. Mengapa Tuhan mengubah tujuan hidup
Penulis yang semula ingin menjadi seorang arsitek menjadi seorang PNS, mengapa
Penulis gagal masuk STAN di tahun 2007 namun berhasil masuk setahun berikutnya,
mengapa setelah lulus Penulis harus menunggu untuk dipekerjakan di DJBC tidak
seperti angkatan sebelumnya, dan hal-hal lain yang Penulis pertanyakan,
seluruhnya mengantarkan Penulis pada suatu kesimpulan “Bea Cukai adalah bidang
tempat saya menjadi saksiNya”.
Melihat alumni STAN Bea Cukai menjadi pegawai
yang takut akan Tuhan—bukan takut pada atasan, sistem, maupun penempatan di
pelosok Indonesia—adalah mimpi utama Penulis. Terlebih bila ada pekerja-pekerja
Kristus yang berintegritas menguasai jabatan struktural maupun menjadi garda
terdepan pengambil keputusan, maka betapa amannya Bangsa Indonesia dari sisi
persaingan industri, keuangan negara, maupun gempuran barang impor yang
dilarang dan dibatasi. Pertanyaannya, bagaimana mencetak pekerja Kristus
tersebut?
Penulis yang saat ini masih aktif di pelayanan kampus sebagai
penilik, berjuang untuk mempertahankan adanya pemuridan bagi mahasiswa STAN Bea
Cukai dalam wadah Persekutuan Mahasiswa Kristen dan Katolik yang dikenal dengan
PMK-KMK BC. Wadah ini termasuk persekutuan yang sedang dirintis karena pengaruh
moratorium penerimaan mahasiswa STAN pada tahun 2011 s.d. 2013. Moratorium ini
juga membuat Penulis ‘turun gunung’ kembali melayani mahasiswa yang secara usia
berbeda 7 (tujuh) tahun lebih muda. Di dalam PMK-KMK BC, mahasiswa yang
mayoritas perantau ini tidak hanya diberikan penginjilan dalam bentuk ibadah
komunal, namun juga pembinaan, pelipatgandaan, dan pengutusan yang
diaplikasikan dalam wadah kelompok kecil. Dari kelompok kecil inilah diharapkan
muncul pribadi-pribadi yang tidak hanya unggul secara akademis namun juga
menjadikan Kristus sebagai pusat hidupnya.
Mengapa melayani mahasiswa? Panggilan pelayanan menuntun Penulis
memberi diri melayani mereka yang pada rentang usia 19 s.d. 22 tahun sangat
haus akan aktualisasi diri. Mereka akan mencari segala sesuatu yang dapat
membantu mereka menemukan identitas dan jati dirinya. Peran vital mahasiswa
juga tidak dapat kita lupakan dari catatan sejarah reformasi Bangsa Indonesia.
Idealisme mereka yang masih murni pula yang memotivasi Penulis di dalam
pimpinan Roh Kudus untuk melayani kaum intelektual menjadi pekerja Kristus.
Dengan kemungkinan penempatan ke seluruh pelosok Indonesia,
Penulis juga memiliki angan mengadakan gerakan “Satu Persekutuan dan Satu
Gereja” supaya alumni PMK-KMK BC terlibat aktif dalam persekutuan di kantor
tempat dia berada dan di gereja setempat. Sungguh alangkah indahnya bila bekal
yang mereka peroleh di persekutuan mahasiswa dapat dibagikan kepada sesama yang
memiliki kesamaan pergumulan pekerjaan serta menjadi berkat bagi komunitas
gerejawi. Penulis pun berharap alumni PMK-KMK BC tidak menjadi garam tawar yang
gagal mencegah kebusukan sekitarnya, oleh karena itu diperlukan komunitas dan
jaring komunikasi yang kuat untuk saling mendoakan sehingga garam tetap terjaga
keasinannya dan terang tetap terjaga pancarannya.
Menjadi salah satu widyaswara (dosen di STAN) adalah ambisi
pribadi Penulis. Jenjang karier tersebut akan terbuka setelah seorang pegawai
bea cukai dinilai sangat kompeten di bidang kepabeanan dan cukai. Hal ini
membuat Penulis wajib mengembangkan diri terus-menerus supaya mampu memberikan
kontribusi maksimal terhadap institusi hingga dipercaya mendidik generasi muda
calon penerus DJBC yang diperlengkapi dengan nilai-nilai Kekristenan.
Andrea Hirata dalam Buku Sang Pemimpi menyebutkan bahwa “Berhenti
bercita-cita adalah tragedi terbesar dalam hidup manusia." Walaupun telah
terikat secara kedinasan menjadi seorang aparatur sipil negara hingga pensiun
nanti, tidak menghalangi Penulis untuk memiliki mimpi yang telah diuraikan di
atas. Kiranya Tuhan Yesus senantiasa menyertai langkah Penulis dalam
menghadirkan Kerajaan Allah di DJBC dan di kampus, sehingga bukan tragedi besar
yang akan terjadi dalam hidup Penulis melainkan pengabdian sepenuh hati untuk
negeri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar