Minggu, 06 Maret 2016

Ujung Tombak Layanan Informasi Kepabeanan dan Cukai



“Bro, bea cukai itu kerjanya apa sih, nangkepin penyelundup2 kayak di TV itu ya?” |
“Bea Cukai itu luas bro, punya 6 fungsi, ga cuma nangkep2 penyelundup.” |
“Nah lu sendiri kerja di bagian apa?” |
“Gue agent contact center bro, di bagian informasi” |
“Yah, lulus kuliah cuma jadi tukang angkat telepon? Kagak keren amat bro.”
“Jangan salah bro, contact center itu sarana utama DJBC untuk mendengarkan dan memberi informasi kepada penguna jasa, istilahnya: ‘single point of contact’. Ga melulu angkat telpon bro. Bisa lewat SMS, e-mail, ato media sosial.”

Cuplikan percakapan di atas Penulis alami ketika bertatap muka dengan kawan lama yang  ‘kepo’ seputar dunia kepabeanan dan cukai. Dari rasa ingin tahu itu terciptalah percakapan, dari percakapan itu terciptalah keakraban, dari keakraban terciptalah rasa kepercayaan, jika rasa ingin tahu tersebut tidak dibarengi dengan tanggapan yang informatif dari lawan bicaranya maka keingintahuannya pelak tidak akan terpuaskan, alhasil kepercayaan akan nihil terwujud diantara kedua pihak. Informasi dapat menjadi gerbang utama terciptanya kepercayaan.
Kepercayaan menjadi suatu keniscayaan bagi organisasi yang memiliki banyak pemangku kepentingan. Sebagai contoh, apa jadinya jika kita pada saat ingin mengajukan kredit di Bank XYZ mendapati bahwa Customer Service memberikan informasi yang tidak lengkap dan mengakibatkan nasabah merasa terjebak? Apa jadinya bila kita hendak bertanya tentang perpanjangan STNK kendaraan asli daerah di Samsat dan mendapati jawaban yang tidak pasti bahkan berkesan dilempar ke sana kemari? Baik bagi organisasi yang berorentasi profit maupun non-profit, tentunya bukan hanya kepercayaan kita kepada orang yang memberikan informasi kepada kita tadi yang rusak, namun kepercayaan kita kepada organisasi tersebut juga akan pupus seketika.
Informasi dewasa ini menjadi produk yang tidak bisa dipungkiri juga sangat berharga bagi kehidupan sosial manusia. Seberapa banyak dari kita yang rutin membuka handphone sekadar untuk mengakses group chat di aplikasi WhatsApp, BlackBerry Messenger, Line, dan sebagainya supaya kita tahu ada informasi terbaru apa yang ada di grup tersebut? Rasanya kita akan ketinggalan banyak hal penting apabila melewatkan momen sharing informasi yang kerap dilakukan oleh masing-masing anggota grup. Tak jarang pula informasi tersebut berkaitan dengan dinamika yang terjadi dalam organisasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dan dapat menjadi indikator bagi pegawai untuk peningkatan kinerja demi tercapainya visi DJBC.
Informasi yang baik apabila disampaikan dengan cara yang tidak baik, dapat dipastikan inti pesan yang disampaikan tidak akan diterima dengan sempurna oleh komunikan. Jika dahulu nenek moyang kita memilih untuk berjalan ribuan kilometer hanya untuk menyampaikan informasi penting, lambat laun melalui perkembangan teknologi Indonesia mengenal surat (pada jaman kerajaan) , telegraf (1855), telepon (1882), telegram (1920), surat elektronik (1960), sampai internet (1992) sebagai sarana berkirim pesan. Dari beberapa media komunikasi tersebut, yang masih  efektif digunakan dari segi kecepatan dan kepastian tersampaikannya informasi, telepon dan internet menjadi saluran yang jamak digunakan oleh orang Indonesia sampai saat ini. Menurut data tahun 2015 yang dirilis oleh Asosiasi Jasa Penyelenggaraan Internet Indonesia (APJII) dan Pusat Kajian Komunikasi (Puskakom) UI, dari 88,1 juta jiwa pengguna internet di Indonesia, 75% di antaranya atau sekitar 66,5 juta orang menggunakan media sosial untuk bertukar informasi.  Tentunya kita sendiri termasuk dalam angka tersebut sebagai orang Indonesia yang pernah mengakses internet ataupun menelepon customer service dengan tujuan mendapatkan jawaban tentang bagaimana cara melakukan sesuatu hal.
Kesadaran DJBC akan pentingnya penyampaian informasi kepada pihak eksternal terlihat dengan adanya Unit Eselon III yaitu SubDirektorat Humas dan Penyuluhan di bawah Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, serta dibentuknya unit-unit Penyuluhan dan Layanan Informasi (PLI) di masing-masing unit vertikal DJBC. Informasi yang dimiliki oleh DJBC baik itu klarifikasi pemberitaan terkait bea cukai, penerbitan peraturan baru, maupun prestasi yang dicapai DJBC perlu dikelola sedemikian rupa untuk kemudian dikomunikasikan dengan media yang tepat kepada pihak eksternal.. SubDirektorat Humas dan Penyuluhan berotoritas menjaga relasi antara institusi DJBC, stakeholder, dan masyarakat umum yang bertujuan untuk memelihara reputasi dan legitimasi pemerintah, sebagai jembatan komunikasi, dan tercapainya mutual benefit relationship.
Contact Center Bravo Bea Cukai 1500225 hadir sebagai unit di bawah SubDit Humas dan Penyuluhan yang memiliki fungsi sebagai penerima permohonan informasi maupun penyampaian keluhan terkait layanan kepabeanan dan cukai dari pengguna jasa. Unit baru di lingkungan kantor pusat DJBC tempat Penulis berkarya ini sudah beroperasi sejak 1 Oktober 2014.  Dengan usia yang belum genap 1 (satu) tahun, Bravo Bea Cukai telah berhasil meraih beberapa penghargaan seperti: The Best Smart Team dan The Best Contact Center Operation 2015 dalam gelaran lomba yang diadakan oleh Indonesia Contact Center Association (ICCA) serta menjadi finalis se-Asia Pasifik untuk kategori Best Small Contact Center 2015 dalam perhelatan kompetisi Contact Center World. Prestasi tersebut dapat dicapai dengan penuh perjuangan dan pengorbanan dari setiap pegawai yang ditempatkan di unit tersebut di bawah pimpinan Kepala Seksi Penyuluhan dan Layanan Informasi. Penulis merasa terhormat menjadi salah satu pionir pembentukan unit yang menjadi pintu gerbang yang menghubungkan pengguna jasa dengan institusi DJBC ini.
Dalam melakukan tugas dan fungsinya, SubDit Humas dan Penyuluhan mengidentifikasi obyek humas  menjadi 3 (tiga) kategori yaitu :
1.      Direct Object: meliputi para pengguna jasa yang dalam kesehariannya berurusan dengan bidang kepabeanan dan cukai
Contohnya: importir/eksportir, PPJK, atau Pengusaha BKC;
2.      Indirect Object: meliputi pihak-pihak yang tidak berhubungan langsung dengan bidang kepabeanan dan cukai namun memiliki kepentingan terhadap DJBC;
Contohnya: media massa, pengamat ekonomi, atau golongan akademisi;
3.      General Object: merupakan obyek dengan jumlah terbesar di antara obyek lainnya yang meliputi masyarakat pada umumnya dengan stigma negatif yang mereka miliki terhadap DJBC.
Contohnya: penerima barang kiriman dan masyarakat pada umumnya.
Dengan adanya Bravo Bea Cukai, ketiga obyek humas tersebut dapat dengan mudah melakukan kontak dengan DJBC untuk mendapatkan informasi atau menyampaikan keluhan terkait pelayanan kepabeanan dan cukai melalui saluran telepon, SMS, e-mail, maupun media sosial. Hal-hal terkait implementasi peraturan, penerapan kebijakan tiap kantor pelayanan, sistem informasi dan automasi DJBC, hingga kasus yang sangat spesifik menimpa pengguna jasa menjadi topik yang sering Penulis jumpai sehari-hari.
Penulis meyakini bahwa pelayanan yang diberikan oleh Bravo Bea Cukai dalam bentuk memberikan informasi dan menerima keluhan dari pengguna jasa berimplikasi pada kelancaran logistik impor dan ekspor di Indonesia. Sebagai gambaran, sampai dengan tulisan ini disusun, pertanyaan terkait prosedur registrasi kepabeanan hampir selalu menjadi topik yang favorit ditanyakan oleh pengguna jasa kepada Bravo Bea Cukai, bergantian dengan topik barang kiriman. Jawaban yang bersifat panduan maupun solutif dari para agent dapat memudahkan sekaligus mempercepat pengguna jasa untuk melakukan registrasi NIK sesuai dengan peraturan registrasi kepabeanan. Salah satu agent Bravo Bea Cukai pun pernah mendapatkan telepon berisi pujian yang disampaikan oleh pengguna jasa tentang inovasi yang dilakukan oleh DJBC di bidang registrasi. Penelepon tersebut memberikan kesan positif terhadap pengurusan NIK oleh DJBC yang dulu memakan waktu hingga 14 (empat belas) hari bahkan lebih dan masih menyertakan hardcopy dokumen, kini sejak terbitnya PMK 59/PMK.04/2014 pengurusan NIK seluruhnya secara digital/online dan akan mendapatkan keputusan paling lama 5 (lima) hari sejak dokumen diterima dengan lengkap serta telah mendapat TTPRK (Tanda Terima Permohonan Registrasi Kepabeanan). Tanpa informasi yang didapatkan secara komprehensif,  penelepon tersebut bukan tidak mungkin akan tetap berpandangan negatif bahwa kinerja DJBC sangat lambat, kalah dengan institusi kepabeanan negara tetangga, tidak mendukung industri kecil dalam melakukan impor, dan berbagai stigma buruk lainnya.
“Pak Ali saya ingin bertanya, kalau saya mau impor mesin cuci sebanyak 5 (lima) buah melalui jasa kurir DHL, apa saja persyaratannya?” Jenis pertanyaan demikian tidak jarang pula diterima oleh agent Bravo Bea Cukai. Sebagai pegawai layanan informasi DJBC, Penulis sangat bersyukur mendapatkan pertanyaan yang seperti demikian. Apa pasal? Pertama, pertanyaan yang terbuka dapat membuat agent Bravo Bea Cukai memberikan jawaban sekaligus melakukan edukasi perihal tata laksana dan kewajiban kepabeanan kepada pegiat usaha baru yang bergerak di bidang ekspor/impor. Kedua, informasi lengkap yang diperoleh pengguna jasa sebelum melakukan importasi dapat berimbas pada minimnya waktu timbun pada saat pre-clearance yang biasanya membengkak karena ketidaktahuan importir sehingga belum dapat memenuhi kewajiban pabeannya terutama dokumen perizinannya atau dokumen larangan dan pembatasannya. Dengan kata lain, layanan informasi Bravo Bea Cukai secara tidak langsung berkontribusi mengurangi ‘Dwelling Time’ dari sisi pengguna jasa.
Penulis yang saat ini bertugas sebagai salah satu Ketua Tim Layanan Informasi dan Pengaduan (LIP) di Bravo Bea Cukai, berkesempatan untuk menyusun database peraturan yang digunakan oleh para agent dalam menjawab telepon pengguna jasa, yang dikenal dengan sebutan Customs Knowledge Base. Selain peraturan, database tersebut juga tersusun atas Frequently Asked Question (FAQ) yang dikumpulkan dari kantor-kantor pelayanan DJBC dan Katalog Informasi yang berisi intisari dari peraturan yang disederhanakan untuk memudahkan agent dalam menjawab terlepon secara tepat dan cepat. Ketua Tim juga bertugas untuk melakukan asistensi kepada agent saat menerima telepon dan e-mail serta memberikan masukan kepada Kepala Unit LIP perihal tren permasalahan terkini tentang layanan kepabeanan dan cukai untuk kemudian menjadi bahan laporan ke unit vertikal DJBC terkait. Informasi yang dikumpulkan oleh Bravo Bea Cukai dari pengguna jasa dapat digunakan sebagai bahan oleh DJBC untuk terus menyederhanakan prosedur kepabeanan dan cukai serta penerapan sistem manajemen resiko yang handal.
Barang kiriman selama ini dinilai sebagai sektor layanan pabean yang tidak signifikan dalam menyumbang penerimaan negara, namun berdasarkan data permohonan informasi di Bravo Bea Cukai selalu menduduki posisi 2 (dua) besar masalah yang sering ditanyakan dan berpengaruh besar terhadap citra DJBC. Oleh karena itu, regulasi terkait topik tersebut menarik perhatian para pimpinan DJBC untuk segera dirumuskan peraturan pengganti PMK 188/PMK.04/2010 tentang Impor Barang yang Dibawa Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, Pelintas Batas, dan Barang Kiriman. Diharapkan dengan adanya peraturan baru tersebut dispute yang selama ini terjadi pada layanan tersebut dapat diminimalisasi, serta penerimaan negara dalam bentuk bea masuk dan/atau cukai dari layanan tersebut dapat dioptimalkan.
Yudi Pramadi, yang pernah menjabat sebagai Kepala Biro KLI Sekretariat Jenderal Kemenkeu berpendapat mengenai fungsi layanan informasi di tiap unit Eselon 1 Kemenkeu: “Di samping memitigasi complain pengguna jasa, hal yang tak kalah penting untuk diperhatikan adalah edukasi publik. Lakukan sebanyak-banyaknya dan lakukan terus menerus sehingga pengguna jasa layanan DJBC dapat mengetahui tugas dan fungsi DJBC.” Kebutuhan DJBC untuk memiliki saluran single-point-of-contact yang tersedia bagi pengguna jasa terpenuhi dengan kehadiran Bravo Bea Cukai. Saat ini selain menerima keluhan dan pertanyaan dari pengguna jasa serta memberikan edukasi kepada mereka, unit ini juga dapat memberikan kontribusi secara tidak langsung terhadap sosialisasi serta implementasi tugas dan fungsi DJBC seperti yang telah diuraikan di atas. Penulis berharap Bravo Bea Cukai di masa depan dapat menjelma menjadi Sistem Peringatan Dini (Early Warning System) untuk setiap kebijakan yang telah diciptakan oleh DJBC, sehingga dampak yang dihasilkan dari kebijakan tersebut dapat terpantau melalui data yang masuk ke sistem contact center Bravo Bea Cukai dan menjadi bahan evaluasi untuk pengambilan kebijakan selanjutnya. Kiranya anggota Bravo Bea Cukai dan para pegawai PLI di daerah terus berjuang mengemban tanggung jawab sebagai ujung tombak layanan informasi sehingga bagian PLI tidak lagi dipandang sebagai unit yang tidak populer dan hanya ditempati oleh pegawai nomor dua, namun menjadi unit vital yang dapat menyokong DJBC menjadi institusi kepabeanan dan cukai terkemuka di dunia. BRAVO BEA CUKAI!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sample text

Sample Text

Sample Text

Social Icons

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Followers

Social Icons

Featured Posts

Pages