Minggu, 06 Maret 2016

BEBAN DAN BELANJA DALAM LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT



PAPER AKUNTANSI PEMERINTAHAN
                                                                      
Eddy Juliansyah, Pijar Kurniawan, Ramdan, Ricky Nugraha Lauda
Diploma IV Akuntansi Alih Program, Politeknik Keuangan Negara STAN, Jakarta Selatan

Abstrak - Pada Tahun Anggaran 2015, entitas pelaporan dan entitas akuntansi pemerintahan diwajibkan untuk menerapkan basis akuntansi akrual. Perubahan ini ditujukan untuk menghasilkan Laporan Keuangan yang lebih transparan dan menggambarkan realita yang sebenarnya. Dengan adanya perubahan ini maka Laporan Keuangan Pemerintah akan semakin menyerupai basis akuntansi yang diterapkan di sektor komersial. Oleh karena itu, diperlukan penyesuaian pemahaman akuntansi terkait perubahan tersebut, diantaranya dalam pengakuan dan pengukuran beban dan belanja pemerintah serta penyajian dan pengungkapannya dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).

Kata kunci: akuntansi pemerintahan, beban dan belanja pemerintah, pengakuan beban dan belanja, pengukuran beban dan belanja


1.       PENDAHULUAN
1.1 . Latar Belakang
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pemerintah diwajibkan untuk menerapkan basius akuntansi akrual secara penuh atas pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja Negara. Namun karena berbagai keterbatasan pemerintah baru diwajibkan melaksanakan akuntansi berbasis akrual pada Tahun Anggaran 2015.
Adapun dua elemen yang terdapat dalam akuntansi berbasis akrual adalah beban dan belanja. Dengan adanya beban dan belanja maka pengakuan terhadap dua akun ini juga dibedakan dimana beban diakui berdasarkan timbulnya kewajiban sedangkan belanja diakui berdasarkan keluar atau tidaknya uang dari Kas Negara. Dampak perbedaan pengakuan juga berakibat pada perbedaan pelaporan dimana beban dilaporkan dalam Laporan Operasional  (LO) sedangkan belanja dilaporkan dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA). Oleh karena itu diperlukan beberapa penyesuaian pemahaman terhadap basis akuntansi akrual agar dapat memuluskan proses transisi basis akuntansi ini.

1.2. Perumusan Masalah
Berikut rumusan masalah dalam paper ini:
1.       Apa pengertian beban dan belanja dalam akuntansi pemerintahan?
2.       Apa saja jenis atau klasifikasi  beban dan belanja pemerintah?
3.       Bagaimana pengakuan beban dan belanja pemerintah?
4.       Bagaimana pengukuran beban dan belanja pemerintah?
5.       Bagaimana penyajian dan pengungkapan beban dan belanja pemerintah dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat?

2.       LANDASAN TEORI
        FRS dijadikan pedoman dalam penyusunan IPSAS, dan IPSAS dijadikan pedoman penyusunan SAP. Jadi secara umum prinsip SAP dan IFRS akan serupa. Untuk sektor publik, maka SAP sudah pasti lebih mendetail dari IFRS. Menurut IFRS, Beban adalah penurunan manfaat ekonomi selama periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau deplesi atas aset atau penambahan kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas, selain yang berkaitan dengan distribusi kepada peserta ekuitas. IFRS juga mengadopsi pengecualian beban yang berasal dari “distributions to owners” (Conceptual Framework).
        Menurut PP No.71 Tahun 2010, yang dimaksud dengan belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah. Sedangkan yang dimaksud dengan beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam periode pelaporan yang menurunkan ekuitas, yang dapat berupa pengeluaran atau konsumsi aset atau timbulnya kewajiban.
        Dalam Peraturan Pemerintah No 71 tahun 2010, Laporan Realisasi Anggaran (LRA) menyebutkan dengan belanja, sedangkan Laporan Operasional (LO) menyebut dengan beban. LRA disusun dan disajikan dengan menggunakan anggaran berbasis kas, sedangkan LO disajikan dengan prinsip akrual yang disusun untuk melengkapi pelaporan dari siklus akuntansi berbasis akrual. Definisi ini berbeda dengan pengertian beban pada akuntansi sektor swasta. Beban pada akuntansi sektor swasta terjadi karena konsumsi aset atau terjadinya beban yang disebabkan oleh produksi atau pengantaran barang atau penyerahan jasa.

3.       HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.  Pengertian Belanja dan Beban
       Pengertian Beban menurut Peraturan Pemerintah No.71 tahun 2010 Standar Akuntansi Pemerintahan “Beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam periode pelaporan yang menurunkan ekuitas, yang dapat berupa pengeluaran atau konsumsi aset atau timbulnya kewajiban”.
       Sedangkan Belanja menurut Peraturan Pemerintah No.71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, “Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.” Istilah "belanja" pada umumnya hanya digunakan di sektor publik, tidak di sektor bisnis. Belanja di sektor publik terkait dengan penganggaran, yaitu menunjukkan jumlah uang yang telah dikeluarkan selama satu tahun anggaran. Belanja pada organisasi sektor publik ini menjadi ciri khas tersendiri yang menunjukkan keunikan sektor publik dibandingkan sektor bisnis karena belanja di sektor publik secara konsep berbeda dengan biaya yang lebih umum digunakan di sektor bisnis.

3.2.  Klasifikasi Belanja
Pasal 1 UU Nomor 17 Tahun 2003 menyebutkan, “belanja  negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.” Hal ini dipertegas lagi dalam PSAP 02 Paragraf 34, yang menyatakan, “belanja diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi (jenis belanja), organisasi, dan fungsi.” 

3.2.1.         Klasifikasi Belanja Menurut Klasifikasi Ekonomi
Klasifikasi ekonomi adalah pengelompokan belanja  yang didasarkan pada jenis belanja untuk melaksanakan suatu aktivitas. Pengklasifikasian eko-nomi bertujuan untuk kepentingan statistik, ketaatan (compliance), pengendalian dan monitoring anggar-an, dan analisis ekonomi. Klasifikasi belanja menurut ekonomi dikelompokkan lagi menjadi belanja operasi, belanja modal dan belanja lain-lain/tak terduga sebagaimana dijelaskan sebagai berikut.
1)    Belanja Operasi
 Belanja operasi adalah belanja yang dikeluarkan dari kas umum negara dalam rangka menyeleng-garakan kegiatan operasional (kegiatan sehari-hari) pemerintah yang memberi manfaat jangka pendek. Klasifikasi belanja operasi untuk pemerintah pusat terdiri dari:
a.    Belanja Pegawai 
Menurut PMK Nomor 112 Tahun 2012, belanja pegawai adalah: “kompensasi terhadap pegawai baik dalam bentuk uang atau barang, yang harus dibayarkan kepada pegawai pemerintah dalam maupun luar negeri baik kepada Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus PNS dan/atau non-PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan dalam rangka mendukung tugas fungsi unit organisasi pemerintah, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentuk-an modal dan/atau kegiatan yang mempunyai output dalam kategori belanja barang. Belanja Pegawai ini terdiri dari belanja gaji dan tunjangan, belanja honorarium/lembur/tunjangan khusus & belanja pegawai transito, dan belanja kontribusi sosial.
b.    Belanja barang
Belanja barang adalah pengeluaran untuk pembelian barang dan/atau jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan/atau jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan dan pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat/pemerintah daerah (pemda) termasuk transfer uang di luar criteria belanja bantuan sosial serta belanja perjalanan. Dalam pengertian belanja tersebut termasuk honorarium dan vakasi yang diberikan dalam rangka pelaksanaan kegiatan untuk menghasilkan barang dan/atau jasa. Belanja barang ini terdiri dari belanja barang (operasional dan non-operasional), belanja jasa, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan, belanja Badan Layanan Umum (BLU), serta belanja barang untuk diserahkan kepada masyarakat/pemda (PMK Nomor 112 Tahun 2012). Belanja barang dapat dibedakan menjadi:
(1).   Belanja barang dan jasa
Belanja barang dan jasa merupakan pengeluaran yang antara  lain dilakukan untuk membiayai keper-luan kantor sehari-hari, pengadaan barang yang habis pakai seperti alat tulis kantor, pengadaan / penggantian inventaris kantor, langganan daya dan jasa, lain-lain pengeluaran untuk membiayai pekerjaan yang bersifat non-fisik dan secara langsung menunjang tugas pokok dan fungsi kementerian / lembaga, pengadaan inventaris kantor yang nilainya tidak memenuhi batas minimal kapitalisasi yang diatur oleh pemerintah pusat dan pengeluaran jasa non-fisik seperti pengeluaran untuk biaya pelatihan dan penelitian.
(2).   Belanja pemeliharaan
Belanja pemeliharaan menurut buletin teknis nomor 04 adalah pengeluaran yang dimaksudkan untuk mempertahankan aset tetap atau aset lainnya yang sudah ada ke dalam kondisi normal tanpa memperhatikan besar kecilnya jumlah belanja. Belanja pemeliharaan meliputi antara lain pemeli-haraan tanah, pemeliharaan gedung dan bangunan kantor, rumah dinas, kendaraan bermotor dinas, perbaikan peralatan dan sarana gedung, jalan, jaringan irigasi, peralatan mesin, dan lain-lain sarana yang berhubungan dengan penyelenggaraan  peme-rintahan.
(3).   Belanja perjalanan dinas.
Belanja perjalanan dinas adalah pengeluaran yang dilakukan untuk membiayai perjalanan dinas dalam rangka pelaksanaan tugas, fungsi, dan jabatan. Rencana pengeluaran untuk perjalanan dinas yang tidak terkait langsung dengan pembelian aset tetap/aset tidak berwujud, misalnya perjalanan dinas untuk membeli barang persediaan, harus dianggarkan sebagai belanja barang dalam DIPA. Selanjutnya, realisasi belanja tersebut disajikan di LRA sebagai belanja barang dan menambah nilai persediaan yang dibeli. Akan tetapi, rencana pengeluaran untuk perjalanan dinas dalam rangka melakukan transaksi pembelian asset tetap harus dianggarkan sebagai belanja modal dalam DIPA, realisasinya disajikan di LRA sebagai belanja modal dan menambah nilai aset tetap yang dibeli.
c.     Belanja bunga
Belanja bunga adalah pengeluaran pemerintah untuk pembayaran bunga (interest) atas kewajiban penggunaan pokok utang (principal outstanding) yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman jangka pendek atau jangka panjang.  
d.    Belanja subsidi
Belanja subsidi adalah pengeluaran pemerintah yang diberikan kepada perusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa untuk memenuhi hajat hidup orang banyak, dengan tujuan untuk membantu biaya produksi mereka agar harga jual produk/jasa yang dihasilkan dapat dijangkau oleh masyarakat. Perusahaan/lembaga yang dimaksud bisa berupa BUMN/ BUMD maupun  perusahaan swasta.
e.     Belanja Hibah
Belanja Hibah adalah belanja pemerintah dalam bentuk uang/barang atau jasa yang dapat diberikan kepada pemerintah negara lain, organisasi internasional, pemerintah pusat/daerah, perusahaan negara/daerah, kelompok masyarakat, atau organisasi kemasyarakatan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan (Bultek 13: 23). Kriteria yang harus dipenuhi agar suatu pengeluaran dapat dikelompokkan ke dalam belanja hibah menurut Bultek 13 adalah sebagai berikut.
(1).   Hibah  dapat  diberikan  kepada  pemerintah  negara  lain,  organisasi internasional, pemerin-tah pusat/daerah, perusahaan negara/daerah, kelompok masyarakat, atau organisasi kemasyarakatan;
(2).   Tidak bersifat wajib atau tidak mengikat bagi pemberi hibah;
(3).   Dituangkan dalam suatu naskah perjanjian antara pemberi dan penerima hibah
(4).   Tidak  ada  timbal  balik/ balasan  secara  lang-sung  yang harus  dilakukan  oleh  penerima hibah
(5).   Digunakan sesuai dengan naskah perjanjian
(6).   Bersifat satu kali dan/atau dapat ditetapkan kembali
(7).   Dianggarkan pada BUN/BUD
Hibah pada pemerintah pusat diberikan tidak terkait dengan tugas pokok dan fungsi K/L. Jika terkait dengan tugas pokok dan fungsi K/L, maka dianggarkan dalam belanja barang/jasa atau belanja bantuan sosial.
f.        Belanja Bantuan sosial 
Belanja Bantuan Sosial (Bultek 10:12) adalah transfer uang atau barang yang diberikan oleh Pemerintah Pusat/Daerah kepada masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial. Transfer uang/barang/jasa tersebut memiliki ketentuan sebagai berikut
(1).   Dapat langsung diberikan kepada masyarakat dan/ atau lembaga kemasyarakatan termasuk di dalamnya bantuan untuk lembaga non-pemerintah bidang pendidikan dan keagamaan.
(2).   Bersifat sementara atau berkelanjutan.
(3).   Ditujukan untuk mendanai kegiatan rehabilitasi sosial, perlindungan sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, penanggulangan kemiskin-an dan penanggulangan bencana.
(4).   Bertujuan untuk meningkatkan taraf kesejah-teraan, kualitas, kelangsungan hidup, dan memu-lihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian sehingga terlepas dari risiko sosial.
(5).   Diberikan dalam bentuk: bantuan langsung; penyediaan aksesibilitas; dan/atau penguatan kelembagaan.
(6).   Risiko sosial menurut Bultek 10 adalah “kejadian atau peristiwa yang dapat menim-bulkan potensi terjadinya kerentanan sosial yang ditanggung oleh individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat sebagai dampak krisis sosial, krisis ekonomi, krisis politik, fenomena alam dan bencana alam yang jika tidak diberikan belanja bantuan sosial, masyarakat akan semakin terpuruk dan tidak dapat hidup dalam kondisi wajar.”

2)       Belanja modal
Menurut PSAP Nomor 02 Paragraf 37, belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan dan mesin; jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tak berwujud.
a.    Pengeluaran untuk Perolehan Awal Aset Tetap/Aset Tak Berwujud 
Belanja Modal untuk perolehan aset tetap/aset tak berwujud meliputi harga beli aset tetap/aset lainnya ditambah semua biaya lain yang dikeluarkan sampai aset tetap/aset lainnya tersebut siap untuk digunakan. Misalnya, biaya transportasi, biaya uji coba, biaya perjalanan dinas dan biaya lainnya yang terkait dengan perolehan aset tetap/aset tak berwujud. Biaya-biaya tersebut harus dianggarkan dalam DIPA sebagai Belanja Modal. Agar rencana pembelian/ pembangunan suatu aset tetap atau aset tak berwujud dapat dianggarkan dalam Belanja Modal dan realisasi belanjanya juga dikategorikan sebagai Belanja Modal, perlu diperhatikan beberapa hal berikut:
(1).   Pengeluaran tersebut mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau aset tak berwujud sehingga menambah asset pemerintah;
(2).   Pengeluaran tersebut melebihi batasan minimal kapitalisasi aset yang telah ditetapkan oleh pemerintah;
(3).   Perolehan aset tersebut diniatkan untuk digunakan sendiri bukan untuk dijual. Kapitalisasi adalah penentuan nilai pembukuan terhadap semua pengeluaran untuk memperoleh aset tetap/asset tak berwujud hingga siap pakai, untuk meningkatkan kapasitas/efisiensi, dan atau memperpanjang umur teknis aset.
b.    Pengeluaran Setelah Perolehan Aset Tetap
Belanja untuk pengeluaran-pengeluaran sesudah perolehan aset tetap dapat juga dimasukkan sebagai Belanja Modal, jika memenuhi kriteria berikut:
(1).   Pengeluaran tersebut mengakibatkan bertambahnya masa manfaat, kapasitas, kualitas dan volume aset yang telah dimiliki.
(2).   Pengeluaran tersebut memenuhi batasan minimal nilai kapitalisasi aset tetap.
(3).   Belanja Lain-Lain.
Menyimak PSAP Nomor 02 paragraf 38, belanja lain-lain adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah pusat/daerah.

3.2.2.         Klasifikasi Belanja Menurut Organisasi
                Klasifikasi belanja menurut organisasi adalah klasifikasi belanja  berdasarkan unit  organisasi pengguna anggaran. Pengklasifikasian belanja menurut organisasi bertujuan untuk keperluan akuntabilitas. Klasifikasi belanja menurut organisasi di lingkungan pemerintah pusat antara lain adalah belanja per kementerian negara/lembaga beserta unit organisasi di bawahnya.

3.2.3.         Klasifikasi Belanja Menurut Fungsi
Klasifikasi belanja menurut fungsi adalah klasifikasi yang didasarkan pada fungsi-fungsi utama pemerintah pusat dalam memberikan  pelayanan kepada masyarakat. Pengklasifikasian belanja menurut fungsi, digunakan untuk analisis historis dan formulasi kebijakan. Klasifikasi belanja menurut fungsi terdiri dari: 
1. Belanja Pelayanan Umum; 
2. Belanja Pertahanan;
3. Belanja Ketertiban dan Keamanan;
4. Belanja Ekonomi; 
5. Belanja Perlindungan Lingkungan Hidup;
6. Belanja Perumahan dan Permukiman;
7. Belanja Kesehatan;
8. Belanja Pariwisata dan Budaya;
9. Belanja Agama; 
10. Belanja Pendidikan;
11. Belanja Perlindungan sosial.

3.3.  Klasifikasi Beban
     Beban diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi. Pada dasarnya klasifikasi ekonomi untuk pemerintah pusat dan daerah terdiri dari:
1.      beban pegawai,
2.      beban barang,
3.      beban bunga,
4.      beban subsidi,
5.      beban hibah,
6.      beban bantuan sosial,
7.      beban penyusutan aset tetap/amortisasi,
8.      beban transfer, dan
9.      beban lain-lain (Pusat) atau Beban tak terduga (Daerah)

3.4.  Pengakuan Belanja dan Beban
3.4.1.    Pengakuan Belanja
1)      Belanja pada pemerintah pusat diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara. Pengakuan atas terjadinya belanja langsung dilakukan ketika surat perintah pencairan dana langsung (SP2D-Ls) atas belanja tersebut terbit. 
2)      Khusus pengeluaran melalui bendahara pengeluaran pengakuan belanjanya terjadi pada saat pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum. Hal ini dibuktikan dengan diterbitkannya SP2D ganti uang persediaan (SP2D-GU) atas belanja tersebut. Di pemerintah pusat, unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum adalah unit yang ditetapkan sebagai bendahara umum negara dan/atau sebagai kuasa bendahara umum negara.
3)      Dalam hal badan layanan umum, belanja diakui dengan mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan  layanan umum.
Selain itu, belanja merupakan semua bentuk pengeluaran kas dari BUN/BUD yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali. Titik dimana belanja diakui adalah pada saat kas dikeluarkan dari rekening BUN/BUD, bukan pada saat beban terjadi. Dengan demikian basis yang dipakai dalam pengakuan belanja adalah basis kas.

3.4.2.         Pengakuan Beban
Beban diakui  pada saat salah satu atau semua kriteria berikut ini terpenuhi:
1)      Saat timbulnya kewajiban
Kewajiban timbul pada saat terjadinya peralihan hak dari pihak lain ke pemerintah tanpa diikuti keluarnya kas dari kas umum negara. Timbulnya kewajiban antara lain diakibatkan penerimaan manfaat ekonomi dari pihak lain yang belum dibayarkan atau akibat perjanjian dengan pihak lain atau karena ketentuan peraturan perundangundangan.
Contoh: adanya tagihan rekening listrik yang belum dibayar pemerintah.
2)      Ketika terjadi konsumsi aset
Konsumsi aset dapat berupa pengeluaran kas kepada pihak lain yang tidak didahului timbulnya kewajiban, misalnya saat membayar gaji pegawai; dan/atau berupa konsumsi aset nonkas misalnya konsumsi persediaan. Beban persediaan diakui pada akhir periode pelaporan atau ketika akan menyusun laporan keuangan.
3)      Ketika terjadi penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa
Penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa terjadi pada saat penurunan nilai aset sehubungan dengan penggunaan aset bersangkutan/berlalunya waktu. Beban penyusutan aset tetap dan amortisasi aset tak berwujud diakui pada akhir periode pelaporan atau ketika akan menyusun laporan keuangan.
Contoh: penyusutan aset tetap, amortisasi aset tidak berwujud.
Basis yang digunakan dalam pengakuan beban adalah basis akrual, di mana titik pengakuan adalah pada saat terjadinya suatu peristiwa atau kejadian yang menimbulkan kewajiban, konsumsi atas aset, penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa serta mengakibatkan penurunan nilai kekayaan bersih entitas pelaporan walaupun belum ada pengeluaran kas dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah.

3.5.  Pengukuran Belanja dan Beban
3.5.1.    Pengukuran Belanja
               Belanja diukur berdasarkan nilai nominal bruto yang dikeluarkan dan tercantum dalam dokumen sumber pengeluaran yang sah untuk pengeluaran dari Kas Negara, yaitu surat perintah membayar (SPM)/SP2D; atau pengesahan oleh bendahara umum negara berupa surat pengesahan hibah langsung/surat perintah pembukuan/pengesahan (SPHL/SP3). Belanja langsung, termasuk di dalamnya transfer keluar, dibukukan sebesar SPM-Ls/SP2d-Ls yang terbit. Belanja yang menggunakan uang persediaan dibukukan sebesar SP2D-GU yang terbit atas belanja tersebut. Transaksi belanja dalam mata uang asing harus dibukukan dalam mata uang rupiah dengan menjabarkan mata uang asing tersebut menurut kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi.
3.5.2.    Pengukuran Beban
Beban dicatat sebesar kewajiban yang timbul, aset yang telah dikonsumsi, atau penurunan manfaat atau potensi jasa yang terjadi.
a.       Beban Pegawai
Beban pegawai dicatat sebesar nilai nominal yang terdapat dalam dokumen sumber seperti Dokumen Kepegawaian, Daftar Gaji, peraturan perundang-undangan, dan dokumen lain yang menjadi dasar pengeluaran Negara kepada pegawai dimaksud.
b.      Beban Persediaan
Beban persediaan dicatat sebesar persediaan yang dipakai. Jika persediaan dicatat dengan menggunakan metode perpetual, maka pengukuran beban persediaan dihitung berdasarkan catatan jumlah unit yang dipakai dikalikan nilai per unit sesuai metode penilaian yang digunakan. Namun, pada akhir tahun seharusnya dilakukan inventarisasi fisik untuk mencocokan nilai fisik persediaan dengan catatannya. Apabila dari hasil inventarisasi tersebut terdapat kekurangan jumlah persediaan, maka akan dibebankan sebagai beban persediaan tahun berjalan. Namun jika terdapat kelebihan persediaan maka akan mengurangi beban persediaan tahun berjalan. Jika pencatatan persediaan dilakukan secara periodik, maka pengukuran beban persediaan dihitung berdasarkan inventarisasi fisik, yaitu dengan cara saldo awal persediaan ditambah pembelian atau perolehan persediaan dikurangi dengan saldo akhir persediaan dikalikan nilai per unit sesuai dengan metode penilaian yang digunakan.
c.       Beban Jasa
Beban jasa dicatat sebesar nilai nominal yang tertera dalam dokumen tagihan dari Pihak Ketiga sesuai ketentuan peraturan perundang–undangan yang telah mendapatkan persetujuan dari Kuasa Pengguna Anggaran/Pejabat Pembuat Komitmen. Misalnya berdasarkan tagihan listrik. Misalnya, tagihan listrik.
d.      Pemeliharaan
Beban pemeliharaan dicatat sebesar nilai nominal yang tertera dalam dokumen tagihan dari Pihak Ketiga sesuai ketentuan peraturan perundang–undangan yang telah mendapatkan persetujuan dari Kuasa Pengguna Anggaran/Pejabat Pembuat Komitmen
e.       Perjalanan Dinas
Beban perjalanan dinas dicatat sebesar nilai nominal yang tertera dalam dokumen sumber, seperti bukti-bukti pembayaran perjalanan dinas atau dokumen sumber lain yang telah mendapatkan persetujuan dari Kuasa Pengguna Anggaran/Pejabat Pembuat Komitmen.
f.       Beban Bunga Utang
Beban bunga dicatat sebesar nilai bunga yang telah terjadi atau jatuh tempo seiring dengan berjalannya waktu. Besaran beban bunga biasanya diukur sebagai besaran persentase tertentu atas pokok utang serta periode pembayaran bunga utang serta hal lain jika ada, sebagaimana dinyatakan dalam perjanjian pemberian utang. Pada prinsipnya metode pengukuran besaran pengenaan bunga biasanya tercakup pada pasal dalam naskah perjanjian pemberian pinjaman untuk mencegah perselisihan dikemudian hari.
g.       Beban Subsidi
Beban subsidi dicatat sebesar nilai nominal sesuai dengan dokumen tagihan yang diajukan pihak ketiga yang telah mendapatkan persetujuan dari pejabat perbendaharaan.
h.      Beban Hibah
Beban hibah dalam bentuk uang dicatat sebesar nilai nominal yang tertera dalam nota perjanjian hibah. Beban hibah dalam bentuk barang/jasa dicatat sebesar nilai wajar barang/jasa tersebut saat terjadinya transaksi.
i.        Beban Bantuan Sosial
Beban bantuan sosial dicatat sebesar nilai nominal yang tertera dalam dokumen keputusan pemberian bantuan sosial berupa uang atau dokumen pengadaan barang/jasa oleh Pihak Ketiga.
j.        Beban Lain-Lain
Beban lain-lain dicatat sebesar nilai nominal yang tertera dalam dokumen tagihan yang tidak menghasilkan aset tetap/aset lainnya dan telah mendapatkan persetujuan Pejabat Perbendaharaan.
k.      Beban Penyisihan Piutang Tak Tertagih
Beban penyisihan piutang tak tertagih merupakan beban yang timbul akibat adanya piutang yang mungkin tidak dapat ditagih. Beban penyisihan piutang dihitung dan dicatat dengan menggunakan metode penyisihan piutang menurut umur piutang (aging schedule).
l.        Beban Penyusutan Aset Tetap
Beban penyusutan aset tetap merupakan beban yang timbul sehubungan dengan penggunaan aset tetap yang mengakibatkan terjadinya penurunan nilai aset tetap terkait.
m.    Beban Amortisasi Aset Tak berwujud
Beban amortisasi aset tak berwujud merupakan beban yang timbul karena berjalannya waktu terkait pemanfaatan aset tak berwujud

3.6.  Penyajian dan Pengungkapan Belanja dan Beban
     Belanja disajikan dan diungkapkan dalam Laporan Realisasi Anggaran menurut jenis belanja dengan menggunakan nilai rupiah. Rincian lebih lanjut jenis belanja diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan. Klasifikasi belanja menurut organisasi disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran atau di Catatan atas Laporan Keuangan. Klasifikasi belanja menurut fungsi disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
     Transaksi belanja dalam mata uang asing dijabarkan ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi.
     Beban disajikan dalam laporan operasional entitas akuntansi/pelaporan menurut klasifikasi jenis beban. Penjelasan secara sistematis mengenai rincian, analisis dan informasi lainnya yang bersifat material harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan sehingga menghasilkan informasi yang andal dan relevan. Beban berdasarkan klasifikasi organisasi dan klasifikasi lain yang dipersyaratkan menurut ketentuan perundangan yang berlaku, disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
     Transaksi beban dalam mata uang asing dijabarkan ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi.

4.       KESIMPULAN
Pengertian konsep belanja dan beban merupakan sesuatu yang berbeda, adapun konsep belanja dan beban menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) yang diatur melalui PP 71 Tahun 2010 adalah sebagai berikut:
a.       Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.
b.      Beban adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal.
Dari pengertian di atas, terlihat perbedaan antara belanja dan beban sehingga pengakuan terhadap belanja/beban adalah sebagai berikut
a.       Basis Akrual Penuh (Lampiran I), menurut PSAP 12 Laporan Operasional, paragraf 32. Beban diakui pada saat:
1.   Timbulnya kewajiban
2.   Terjadinya konsumsi aset
3.   Terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa
b.      Basis Kas Menuju Akrual (Lampiran II), belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah.
Pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat, penyajian beban akan disajikan pada Laporan Operasional sedangkan belanja akan disajikan di Laporan Realisasi Anggaran.
REFERENSI
[1]     Soemarso. 2005. Akuntansi Suatu Pengantar. Edisi Revisi, Jakarta: Salemba Empat
[2]     Suryanovi, Sri. 2014. Buku Seri Akuntansi Pemerintah: Akuntansi Pemerintah Pusat (Buku2). Tangerang Selatan: Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
[3]     Kartikahadi, Hans, et al. 2012. Akuntansi Keuangan Berdasarkan SAK Berbasis IFRS. Jakarta: Salemba Empat.
[4]     Republik Indonesia. 2010. Peraturan Pemerintah Republik IndonesiaNomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah. Lembaran Negara RI Tahun 2010, Nomor 123. Sekretariat Negara. Jakarta.
[5]     Republik Indonesia. 2015. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 181/PMK.05/2015 Tahun 2015 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Utang Pemerintah. Berita Negara RI Tahun 2015, Nomor 1438. Sekretariat Negara. Jakarta.

1 komentar:

  1. JASA UNDERNAME EXSPORT-IMPORT.
    PT.PRIMA SAPTA UTAMA.(UNDERNAME)
    PT.KANAYA ABADI. (UNDERNAME)
    Jl.Enggano Edam II No.1F Pos 8 Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta Utara INDONESIA
    Phone : (021) 430 5573
    Fax : (021) 4390 7139
    Hp/SMS : 0852 1414 0018
    E-Mail : pt.primasaptautama@gmail.com

    Rizal.
    Direktur

    BalasHapus

Sample text

Sample Text

Sample Text

Social Icons

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Followers

Social Icons

Featured Posts

Pages