PAPER AKUNTANSI PEMERINTAHAN
Eddy Juliansyah, Pijar Kurniawan, Ramdan, Ricky Nugraha Lauda
Diploma IV Akuntansi Alih
Program, Politeknik Keuangan Negara STAN, Jakarta Selatan
Abstrak - Pada Tahun Anggaran 2015,
entitas pelaporan dan entitas akuntansi pemerintahan diwajibkan untuk
menerapkan basis akuntansi akrual. Perubahan ini ditujukan untuk menghasilkan
Laporan Keuangan yang lebih transparan dan menggambarkan realita yang
sebenarnya. Dengan adanya perubahan ini maka Laporan Keuangan Pemerintah akan
semakin menyerupai basis akuntansi yang diterapkan di sektor komersial. Oleh
karena itu, diperlukan penyesuaian pemahaman akuntansi terkait perubahan tersebut,
diantaranya dalam pengakuan dan pengukuran beban dan belanja pemerintah serta
penyajian dan pengungkapannya dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).
Kata kunci: akuntansi pemerintahan,
beban dan belanja pemerintah, pengakuan beban dan belanja, pengukuran beban dan
belanja
1.
PENDAHULUAN
1.1 . Latar Belakang
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, pemerintah diwajibkan untuk menerapkan basius akuntansi
akrual secara penuh atas pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja
Negara. Namun karena berbagai keterbatasan pemerintah baru diwajibkan
melaksanakan akuntansi berbasis akrual pada Tahun Anggaran 2015.
Adapun dua elemen yang terdapat dalam akuntansi
berbasis akrual adalah beban dan belanja. Dengan adanya beban dan belanja maka
pengakuan terhadap dua akun ini juga dibedakan dimana beban diakui berdasarkan
timbulnya kewajiban sedangkan belanja diakui berdasarkan keluar atau tidaknya
uang dari Kas Negara. Dampak perbedaan pengakuan juga berakibat pada perbedaan
pelaporan dimana beban dilaporkan dalam Laporan Operasional (LO) sedangkan belanja dilaporkan dalam
Laporan Realisasi Anggaran (LRA). Oleh karena itu diperlukan beberapa
penyesuaian pemahaman terhadap basis akuntansi akrual agar dapat memuluskan
proses transisi basis akuntansi ini.
1.2. Perumusan Masalah
Berikut rumusan masalah dalam paper ini:
1. Apa pengertian beban dan belanja dalam akuntansi pemerintahan?
2. Apa saja jenis atau klasifikasi
beban dan belanja pemerintah?
3. Bagaimana pengakuan beban dan belanja pemerintah?
4. Bagaimana pengukuran beban dan belanja pemerintah?
5. Bagaimana penyajian dan pengungkapan beban dan belanja pemerintah dalam
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat?
2.
LANDASAN TEORI
FRS dijadikan pedoman dalam penyusunan
IPSAS, dan IPSAS dijadikan pedoman penyusunan SAP. Jadi secara umum prinsip SAP
dan IFRS akan serupa. Untuk sektor publik, maka SAP sudah pasti lebih mendetail
dari IFRS. Menurut IFRS, Beban adalah penurunan manfaat ekonomi selama periode
akuntansi dalam bentuk arus keluar atau deplesi atas aset atau penambahan
kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas, selain yang berkaitan dengan
distribusi kepada peserta ekuitas. IFRS juga mengadopsi pengecualian beban yang
berasal dari “distributions to owners” (Conceptual Framework).
Menurut PP No.71 Tahun 2010, yang
dimaksud dengan belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum
Negara/Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran
bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.
Sedangkan yang dimaksud dengan beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau
potensi jasa dalam periode pelaporan yang menurunkan ekuitas, yang dapat berupa
pengeluaran atau konsumsi aset atau timbulnya kewajiban.
Dalam Peraturan Pemerintah No 71 tahun
2010, Laporan Realisasi Anggaran (LRA) menyebutkan dengan belanja, sedangkan
Laporan Operasional (LO) menyebut dengan beban. LRA disusun dan disajikan
dengan menggunakan anggaran berbasis kas, sedangkan LO disajikan dengan prinsip
akrual yang disusun untuk melengkapi pelaporan dari siklus akuntansi berbasis
akrual. Definisi ini berbeda dengan pengertian beban pada akuntansi sektor
swasta. Beban pada akuntansi sektor swasta terjadi karena konsumsi aset atau
terjadinya beban yang disebabkan oleh produksi atau pengantaran barang atau
penyerahan jasa.
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.
Pengertian Belanja dan Beban
Pengertian Beban menurut Peraturan Pemerintah No.71 tahun
2010 Standar Akuntansi Pemerintahan “Beban adalah penurunan manfaat ekonomi
atau potensi jasa dalam periode pelaporan yang menurunkan ekuitas, yang dapat
berupa pengeluaran atau konsumsi aset atau timbulnya kewajiban”.
Sedangkan
Belanja menurut Peraturan Pemerintah No.71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan, “Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum
Negara/Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran
bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.” Istilah
"belanja" pada umumnya hanya digunakan di sektor publik, tidak di
sektor bisnis. Belanja di sektor publik terkait dengan penganggaran, yaitu
menunjukkan jumlah uang yang telah dikeluarkan selama satu tahun anggaran.
Belanja pada organisasi sektor publik ini menjadi ciri khas tersendiri yang
menunjukkan keunikan sektor publik dibandingkan sektor bisnis karena belanja di
sektor publik secara konsep berbeda dengan biaya yang lebih umum digunakan di
sektor bisnis.
3.2.
Klasifikasi Belanja
Pasal
1 UU Nomor 17 Tahun 2003 menyebutkan, “belanja
negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.” Hal ini
dipertegas lagi dalam PSAP 02 Paragraf 34, yang menyatakan, “belanja
diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi (jenis belanja), organisasi, dan
fungsi.”
3.2.1.
Klasifikasi
Belanja Menurut Klasifikasi Ekonomi
Klasifikasi
ekonomi adalah pengelompokan belanja
yang didasarkan pada jenis belanja untuk melaksanakan suatu aktivitas.
Pengklasifikasian eko-nomi bertujuan untuk kepentingan statistik, ketaatan (compliance), pengendalian dan monitoring
anggar-an, dan analisis ekonomi. Klasifikasi belanja menurut ekonomi
dikelompokkan lagi menjadi belanja operasi, belanja modal dan belanja
lain-lain/tak terduga sebagaimana dijelaskan sebagai berikut.
1) Belanja
Operasi
Belanja operasi adalah belanja yang
dikeluarkan dari kas umum negara dalam rangka menyeleng-garakan kegiatan
operasional (kegiatan sehari-hari) pemerintah yang memberi manfaat jangka
pendek. Klasifikasi belanja operasi untuk pemerintah pusat terdiri dari:
a. Belanja
Pegawai
Menurut PMK Nomor 112 Tahun 2012, belanja
pegawai adalah: “kompensasi terhadap pegawai baik dalam bentuk uang atau
barang, yang harus dibayarkan kepada pegawai pemerintah dalam maupun luar
negeri baik kepada Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pegawai yang
dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus PNS dan/atau non-PNS sebagai
imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan dalam rangka mendukung tugas
fungsi unit organisasi pemerintah, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan
pembentuk-an modal dan/atau kegiatan yang mempunyai output dalam kategori
belanja barang. Belanja Pegawai ini terdiri dari belanja gaji dan tunjangan,
belanja honorarium/lembur/tunjangan khusus & belanja pegawai transito, dan
belanja kontribusi sosial.
b. Belanja
barang
Belanja barang adalah pengeluaran untuk
pembelian barang dan/atau jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang
dan/atau jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan dan pengadaan barang
yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat/pemerintah daerah
(pemda) termasuk transfer uang di luar criteria belanja bantuan sosial serta
belanja perjalanan. Dalam pengertian belanja tersebut termasuk honorarium dan
vakasi yang diberikan dalam rangka pelaksanaan kegiatan untuk menghasilkan
barang dan/atau jasa. Belanja barang ini terdiri dari belanja barang
(operasional dan non-operasional), belanja jasa, belanja pemeliharaan, belanja
perjalanan, belanja Badan Layanan Umum (BLU), serta belanja barang untuk
diserahkan kepada masyarakat/pemda (PMK Nomor 112 Tahun 2012). Belanja barang
dapat dibedakan menjadi:
(1).
Belanja barang dan jasa
Belanja
barang dan jasa merupakan pengeluaran yang antara lain dilakukan untuk membiayai keper-luan
kantor sehari-hari, pengadaan barang yang habis pakai seperti alat tulis
kantor, pengadaan / penggantian inventaris kantor, langganan daya dan jasa,
lain-lain pengeluaran untuk membiayai pekerjaan yang bersifat non-fisik dan
secara langsung menunjang tugas pokok dan fungsi kementerian / lembaga,
pengadaan inventaris kantor yang nilainya tidak memenuhi batas minimal
kapitalisasi yang diatur oleh pemerintah pusat dan pengeluaran jasa non-fisik
seperti pengeluaran untuk biaya pelatihan dan penelitian.
(2).
Belanja pemeliharaan
Belanja
pemeliharaan menurut buletin teknis nomor 04 adalah pengeluaran yang
dimaksudkan untuk mempertahankan aset tetap atau aset lainnya yang sudah ada ke
dalam kondisi normal tanpa memperhatikan besar kecilnya jumlah belanja. Belanja
pemeliharaan meliputi antara lain pemeli-haraan tanah, pemeliharaan gedung dan
bangunan kantor, rumah dinas, kendaraan bermotor dinas, perbaikan peralatan dan
sarana gedung, jalan, jaringan irigasi, peralatan mesin, dan lain-lain sarana
yang berhubungan dengan penyelenggaraan
peme-rintahan.
(3).
Belanja perjalanan dinas.
Belanja
perjalanan dinas adalah pengeluaran yang dilakukan untuk membiayai perjalanan
dinas dalam rangka pelaksanaan tugas, fungsi, dan jabatan. Rencana pengeluaran
untuk perjalanan dinas yang tidak terkait langsung dengan pembelian aset
tetap/aset tidak berwujud, misalnya perjalanan dinas untuk membeli barang
persediaan, harus dianggarkan sebagai belanja barang dalam DIPA. Selanjutnya,
realisasi belanja tersebut disajikan di LRA sebagai belanja barang dan menambah
nilai persediaan yang dibeli. Akan tetapi, rencana pengeluaran untuk perjalanan
dinas dalam rangka melakukan transaksi pembelian asset tetap harus dianggarkan
sebagai belanja modal dalam DIPA, realisasinya disajikan di LRA sebagai belanja
modal dan menambah nilai aset tetap yang dibeli.
c.
Belanja bunga
Belanja
bunga adalah pengeluaran pemerintah untuk pembayaran bunga (interest) atas kewajiban penggunaan
pokok utang (principal outstanding)
yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman jangka pendek atau jangka
panjang.
d.
Belanja subsidi
Belanja
subsidi adalah pengeluaran pemerintah yang diberikan kepada perusahaan/lembaga
yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa untuk
memenuhi hajat hidup orang banyak, dengan tujuan untuk membantu biaya produksi
mereka agar harga jual produk/jasa yang dihasilkan dapat dijangkau oleh
masyarakat. Perusahaan/lembaga yang dimaksud bisa berupa BUMN/ BUMD maupun perusahaan swasta.
e.
Belanja Hibah
Belanja
Hibah adalah belanja pemerintah dalam bentuk uang/barang atau jasa yang dapat
diberikan kepada pemerintah negara lain, organisasi internasional, pemerintah
pusat/daerah, perusahaan negara/daerah, kelompok masyarakat, atau organisasi
kemasyarakatan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat
tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus kecuali
ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan (Bultek 13: 23). Kriteria
yang harus dipenuhi agar suatu pengeluaran dapat dikelompokkan ke dalam belanja
hibah menurut Bultek 13 adalah sebagai berikut.
(1).
Hibah dapat
diberikan kepada pemerintah
negara lain, organisasi internasional, pemerin-tah
pusat/daerah, perusahaan negara/daerah, kelompok masyarakat, atau organisasi
kemasyarakatan;
(2).
Tidak bersifat wajib atau
tidak mengikat bagi pemberi hibah;
(3).
Dituangkan dalam suatu
naskah perjanjian antara pemberi dan penerima hibah
(4).
Tidak ada
timbal balik/ balasan secara
lang-sung yang harus dilakukan
oleh penerima hibah
(5).
Digunakan sesuai dengan
naskah perjanjian
(6).
Bersifat satu kali
dan/atau dapat ditetapkan kembali
(7).
Dianggarkan pada BUN/BUD
Hibah
pada pemerintah pusat diberikan tidak terkait dengan tugas pokok dan fungsi
K/L. Jika terkait dengan tugas pokok dan fungsi K/L, maka dianggarkan dalam
belanja barang/jasa atau belanja bantuan sosial.
f.
Belanja Bantuan
sosial
Belanja
Bantuan Sosial (Bultek 10:12) adalah transfer uang atau barang yang diberikan
oleh Pemerintah Pusat/Daerah kepada masyarakat guna melindungi dari kemungkinan
terjadinya risiko sosial. Transfer uang/barang/jasa tersebut memiliki ketentuan
sebagai berikut
(1).
Dapat langsung diberikan
kepada masyarakat dan/ atau lembaga kemasyarakatan termasuk di dalamnya bantuan
untuk lembaga non-pemerintah bidang pendidikan dan keagamaan.
(2).
Bersifat sementara atau
berkelanjutan.
(3).
Ditujukan untuk mendanai
kegiatan rehabilitasi sosial, perlindungan sosial, jaminan sosial, pemberdayaan
sosial, penanggulangan kemiskin-an dan penanggulangan bencana.
(4).
Bertujuan untuk
meningkatkan taraf kesejah-teraan, kualitas, kelangsungan hidup, dan memu-lihkan
fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian sehingga terlepas dari risiko
sosial.
(5).
Diberikan dalam bentuk:
bantuan langsung; penyediaan aksesibilitas; dan/atau penguatan kelembagaan.
(6).
Risiko sosial menurut
Bultek 10 adalah “kejadian atau peristiwa yang dapat menim-bulkan potensi
terjadinya kerentanan sosial yang ditanggung oleh individu, keluarga, kelompok
dan/atau masyarakat sebagai dampak krisis sosial, krisis ekonomi, krisis
politik, fenomena alam dan bencana alam yang jika tidak diberikan belanja
bantuan sosial, masyarakat akan semakin terpuruk dan tidak dapat hidup dalam
kondisi wajar.”
2)
Belanja modal
Menurut
PSAP Nomor 02 Paragraf 37, belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk
perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu
periode akuntansi. Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk
perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan dan mesin; jalan, irigasi dan
jaringan, dan aset tak berwujud.
a.
Pengeluaran untuk
Perolehan Awal Aset Tetap/Aset Tak Berwujud
Belanja
Modal untuk perolehan aset tetap/aset tak berwujud meliputi harga beli aset
tetap/aset lainnya ditambah semua biaya lain yang dikeluarkan sampai aset
tetap/aset lainnya tersebut siap untuk digunakan. Misalnya, biaya transportasi,
biaya uji coba, biaya perjalanan dinas dan biaya lainnya yang terkait dengan
perolehan aset tetap/aset tak berwujud. Biaya-biaya tersebut harus dianggarkan
dalam DIPA sebagai Belanja Modal. Agar rencana pembelian/ pembangunan suatu
aset tetap atau aset tak berwujud dapat dianggarkan dalam Belanja Modal dan
realisasi belanjanya juga dikategorikan sebagai Belanja Modal, perlu
diperhatikan beberapa hal berikut:
(1).
Pengeluaran tersebut
mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau aset tak berwujud sehingga
menambah asset pemerintah;
(2).
Pengeluaran tersebut
melebihi batasan minimal kapitalisasi aset yang telah ditetapkan oleh
pemerintah;
(3).
Perolehan aset tersebut
diniatkan untuk digunakan sendiri bukan untuk dijual. Kapitalisasi adalah
penentuan nilai pembukuan terhadap semua pengeluaran untuk memperoleh aset
tetap/asset tak berwujud hingga siap pakai, untuk meningkatkan
kapasitas/efisiensi, dan atau memperpanjang umur teknis aset.
b.
Pengeluaran Setelah
Perolehan Aset Tetap
Belanja
untuk pengeluaran-pengeluaran sesudah perolehan aset tetap dapat juga
dimasukkan sebagai Belanja Modal, jika memenuhi kriteria berikut:
(1).
Pengeluaran tersebut
mengakibatkan bertambahnya masa manfaat, kapasitas, kualitas dan volume aset
yang telah dimiliki.
(2).
Pengeluaran tersebut
memenuhi batasan minimal nilai kapitalisasi aset tetap.
(3).
Belanja Lain-Lain.
Menyimak
PSAP Nomor 02 paragraf 38, belanja lain-lain adalah pengeluaran anggaran untuk
kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti
penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga
lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan
pemerintah pusat/daerah.
3.2.2.
Klasifikasi
Belanja Menurut Organisasi
Klasifikasi belanja menurut
organisasi adalah klasifikasi belanja
berdasarkan unit organisasi
pengguna anggaran. Pengklasifikasian belanja menurut organisasi bertujuan untuk
keperluan akuntabilitas. Klasifikasi belanja menurut organisasi di lingkungan
pemerintah pusat antara lain adalah belanja per kementerian negara/lembaga
beserta unit organisasi di bawahnya.
3.2.3.
Klasifikasi
Belanja Menurut Fungsi
Klasifikasi belanja menurut fungsi adalah
klasifikasi yang didasarkan pada fungsi-fungsi utama pemerintah pusat dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Pengklasifikasian belanja menurut fungsi, digunakan untuk analisis historis dan
formulasi kebijakan. Klasifikasi belanja menurut fungsi terdiri dari:
1. Belanja Pelayanan Umum;
2. Belanja Pertahanan;
3. Belanja Ketertiban dan Keamanan;
4. Belanja Ekonomi;
5. Belanja Perlindungan Lingkungan
Hidup;
6. Belanja Perumahan dan Permukiman;
7. Belanja Kesehatan;
8. Belanja Pariwisata dan Budaya;
9. Belanja Agama;
10. Belanja Pendidikan;
11. Belanja Perlindungan sosial.
3.3.
Klasifikasi Beban
Beban diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi. Pada dasarnya
klasifikasi ekonomi untuk pemerintah pusat dan daerah terdiri dari:
1.
beban
pegawai,
2.
beban
barang,
3.
beban
bunga,
4.
beban
subsidi,
5.
beban
hibah,
6.
beban
bantuan sosial,
7.
beban
penyusutan aset tetap/amortisasi,
8.
beban
transfer, dan
9.
beban
lain-lain (Pusat) atau Beban tak terduga (Daerah)
3.4.
Pengakuan Belanja dan Beban
3.4.1.
Pengakuan Belanja
1)
Belanja
pada pemerintah pusat diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari Rekening Kas
Umum Negara. Pengakuan atas terjadinya belanja langsung dilakukan ketika surat
perintah pencairan dana langsung (SP2D-Ls) atas belanja tersebut terbit.
2)
Khusus
pengeluaran melalui bendahara pengeluaran pengakuan belanjanya terjadi pada
saat pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut disahkan oleh unit yang
mempunyai fungsi perbendaharaan umum. Hal ini dibuktikan dengan diterbitkannya
SP2D ganti uang persediaan (SP2D-GU) atas belanja tersebut. Di pemerintah
pusat, unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum adalah unit yang
ditetapkan sebagai bendahara umum negara dan/atau sebagai kuasa bendahara umum
negara.
3)
Dalam
hal badan layanan umum, belanja diakui dengan mengacu pada peraturan
perundangan yang mengatur mengenai badan
layanan umum.
Selain itu, belanja merupakan semua bentuk pengeluaran kas dari
BUN/BUD yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali. Titik dimana belanja
diakui adalah pada saat kas dikeluarkan dari rekening BUN/BUD, bukan pada saat
beban terjadi. Dengan demikian basis yang dipakai dalam pengakuan belanja
adalah basis kas.
3.4.2.
Pengakuan Beban
Beban diakui pada saat salah
satu atau semua kriteria berikut ini terpenuhi:
1)
Saat
timbulnya kewajiban
Kewajiban
timbul pada saat terjadinya peralihan hak dari pihak lain ke pemerintah tanpa
diikuti keluarnya kas dari kas umum negara. Timbulnya kewajiban antara lain
diakibatkan penerimaan manfaat ekonomi dari pihak lain yang belum dibayarkan
atau akibat perjanjian dengan pihak lain atau karena ketentuan peraturan
perundangundangan.
Contoh:
adanya tagihan rekening listrik yang belum dibayar pemerintah.
2)
Ketika
terjadi konsumsi aset
Konsumsi
aset dapat berupa pengeluaran kas kepada pihak lain yang tidak didahului
timbulnya kewajiban, misalnya saat membayar gaji pegawai; dan/atau berupa
konsumsi aset nonkas misalnya konsumsi persediaan. Beban persediaan diakui pada
akhir periode pelaporan atau ketika akan menyusun laporan keuangan.
3)
Ketika
terjadi penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa
Penurunan
manfaat ekonomi atau potensi jasa terjadi pada saat penurunan nilai aset
sehubungan dengan penggunaan aset bersangkutan/berlalunya waktu. Beban
penyusutan aset tetap dan amortisasi aset tak berwujud diakui pada akhir periode
pelaporan atau ketika akan menyusun laporan keuangan.
Contoh:
penyusutan aset tetap, amortisasi aset tidak berwujud.
Basis
yang digunakan dalam pengakuan beban adalah basis akrual, di mana titik
pengakuan adalah pada saat terjadinya suatu peristiwa atau kejadian yang
menimbulkan kewajiban, konsumsi atas aset, penurunan manfaat ekonomi atau
potensi jasa serta mengakibatkan penurunan nilai kekayaan bersih entitas
pelaporan walaupun belum ada pengeluaran kas dari Rekening Kas Umum
Negara/Daerah.
3.5.
Pengukuran Belanja dan Beban
3.5.1.
Pengukuran Belanja
Belanja
diukur berdasarkan nilai nominal bruto yang dikeluarkan dan tercantum dalam
dokumen sumber pengeluaran yang sah untuk pengeluaran dari Kas Negara, yaitu
surat perintah membayar (SPM)/SP2D; atau pengesahan oleh bendahara umum negara
berupa surat pengesahan hibah langsung/surat perintah pembukuan/pengesahan
(SPHL/SP3). Belanja langsung, termasuk di dalamnya transfer keluar, dibukukan
sebesar SPM-Ls/SP2d-Ls yang terbit. Belanja yang menggunakan uang persediaan
dibukukan sebesar SP2D-GU yang terbit atas belanja tersebut. Transaksi belanja
dalam mata uang asing harus dibukukan dalam mata uang rupiah dengan menjabarkan
mata uang asing tersebut menurut kurs tengah bank sentral pada tanggal
transaksi.
3.5.2. Pengukuran Beban
Beban dicatat sebesar kewajiban
yang timbul, aset yang telah dikonsumsi, atau penurunan manfaat atau potensi
jasa yang terjadi.
a.
Beban
Pegawai
Beban pegawai dicatat sebesar nilai
nominal yang terdapat dalam dokumen sumber seperti Dokumen Kepegawaian, Daftar
Gaji, peraturan perundang-undangan, dan dokumen lain yang menjadi dasar
pengeluaran Negara kepada pegawai dimaksud.
b.
Beban
Persediaan
Beban persediaan dicatat sebesar
persediaan yang dipakai. Jika persediaan dicatat dengan menggunakan metode perpetual,
maka pengukuran beban persediaan dihitung berdasarkan catatan jumlah unit yang
dipakai dikalikan nilai per unit sesuai metode penilaian yang digunakan. Namun,
pada akhir tahun seharusnya dilakukan inventarisasi fisik untuk mencocokan
nilai fisik persediaan dengan catatannya. Apabila dari hasil inventarisasi
tersebut terdapat kekurangan jumlah persediaan, maka akan dibebankan sebagai
beban persediaan tahun berjalan. Namun jika terdapat kelebihan persediaan maka
akan mengurangi beban persediaan tahun berjalan. Jika pencatatan persediaan
dilakukan secara periodik, maka pengukuran beban persediaan dihitung
berdasarkan inventarisasi fisik, yaitu dengan cara saldo awal persediaan
ditambah pembelian atau perolehan persediaan dikurangi dengan saldo akhir persediaan
dikalikan nilai per unit sesuai dengan metode penilaian yang digunakan.
c.
Beban
Jasa
Beban jasa dicatat sebesar nilai
nominal yang tertera dalam dokumen tagihan dari Pihak Ketiga sesuai ketentuan
peraturan perundang–undangan yang telah mendapatkan persetujuan dari Kuasa
Pengguna Anggaran/Pejabat Pembuat Komitmen. Misalnya berdasarkan tagihan
listrik. Misalnya, tagihan listrik.
d.
Pemeliharaan
Beban pemeliharaan dicatat sebesar
nilai nominal yang tertera dalam dokumen tagihan dari Pihak Ketiga sesuai ketentuan
peraturan perundang–undangan yang telah mendapatkan persetujuan dari Kuasa
Pengguna Anggaran/Pejabat Pembuat Komitmen
e.
Perjalanan
Dinas
Beban perjalanan dinas dicatat
sebesar nilai nominal yang tertera dalam dokumen sumber, seperti bukti-bukti
pembayaran perjalanan dinas atau dokumen sumber lain yang telah mendapatkan
persetujuan dari Kuasa Pengguna Anggaran/Pejabat Pembuat Komitmen.
f.
Beban
Bunga Utang
Beban bunga dicatat sebesar nilai
bunga yang telah terjadi atau jatuh tempo seiring dengan berjalannya waktu.
Besaran beban bunga biasanya diukur sebagai besaran persentase tertentu atas
pokok utang serta periode pembayaran bunga utang serta hal lain jika ada,
sebagaimana dinyatakan dalam perjanjian pemberian utang. Pada prinsipnya metode
pengukuran besaran pengenaan bunga biasanya tercakup pada pasal dalam naskah
perjanjian pemberian pinjaman untuk mencegah perselisihan dikemudian hari.
g.
Beban
Subsidi
Beban subsidi dicatat sebesar nilai
nominal sesuai dengan dokumen tagihan yang diajukan pihak ketiga yang telah
mendapatkan persetujuan dari pejabat perbendaharaan.
h.
Beban
Hibah
Beban hibah dalam bentuk uang
dicatat sebesar nilai nominal yang tertera dalam nota perjanjian hibah. Beban
hibah dalam bentuk barang/jasa dicatat sebesar nilai wajar barang/jasa tersebut
saat terjadinya transaksi.
i.
Beban
Bantuan Sosial
Beban bantuan sosial dicatat
sebesar nilai nominal yang tertera dalam dokumen keputusan pemberian bantuan
sosial berupa uang atau dokumen pengadaan barang/jasa oleh Pihak Ketiga.
j.
Beban
Lain-Lain
Beban lain-lain dicatat sebesar
nilai nominal yang tertera dalam dokumen tagihan yang tidak menghasilkan aset
tetap/aset lainnya dan telah mendapatkan persetujuan Pejabat Perbendaharaan.
k.
Beban
Penyisihan Piutang Tak Tertagih
Beban penyisihan piutang tak tertagih
merupakan beban yang timbul akibat adanya piutang yang mungkin tidak dapat
ditagih. Beban penyisihan piutang dihitung dan dicatat dengan menggunakan
metode penyisihan piutang menurut umur piutang (aging schedule).
l.
Beban
Penyusutan Aset Tetap
Beban penyusutan aset tetap
merupakan beban yang timbul sehubungan dengan penggunaan aset tetap yang
mengakibatkan terjadinya penurunan nilai aset tetap terkait.
m.
Beban
Amortisasi Aset Tak berwujud
Beban amortisasi aset tak
berwujud merupakan beban yang timbul karena berjalannya waktu terkait
pemanfaatan aset tak berwujud
3.6.
Penyajian dan Pengungkapan Belanja dan Beban
Belanja disajikan dan diungkapkan dalam Laporan Realisasi
Anggaran menurut jenis belanja dengan menggunakan nilai rupiah. Rincian lebih
lanjut jenis belanja diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan.
Klasifikasi belanja menurut organisasi disajikan dalam Laporan Realisasi
Anggaran atau di Catatan atas Laporan Keuangan. Klasifikasi belanja menurut
fungsi disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
Transaksi belanja dalam mata uang asing dijabarkan ke dalam mata
uang rupiah dengan menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi.
Beban disajikan dalam laporan operasional entitas
akuntansi/pelaporan menurut klasifikasi jenis beban. Penjelasan secara
sistematis mengenai rincian, analisis dan informasi lainnya yang bersifat
material harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan sehingga
menghasilkan informasi yang andal dan relevan. Beban berdasarkan klasifikasi
organisasi dan klasifikasi lain yang dipersyaratkan menurut ketentuan
perundangan yang berlaku, disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
Transaksi beban dalam mata uang asing dijabarkan ke dalam mata
uang rupiah dengan menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi.
4. KESIMPULAN
Pengertian konsep belanja dan beban
merupakan sesuatu yang berbeda, adapun konsep belanja dan beban menurut Standar
Akuntansi Pemerintah (SAP) yang diatur melalui PP 71 Tahun 2010 adalah sebagai
berikut:
a.
Belanja
adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang mengurangi
Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan
diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.
b.
Beban
adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk
arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang
mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam
modal.
Dari pengertian di atas, terlihat perbedaan antara
belanja dan beban sehingga pengakuan terhadap belanja/beban adalah sebagai
berikut
a.
Basis
Akrual Penuh (Lampiran I), menurut PSAP 12 Laporan Operasional, paragraf 32.
Beban diakui pada saat:
1. Timbulnya kewajiban
2. Terjadinya konsumsi aset
3. Terjadinya penurunan
manfaat ekonomi atau potensi jasa
b.
Basis
Kas Menuju Akrual (Lampiran II), belanja diakui pada saat terjadinya
pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah.
Pada Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat, penyajian beban akan disajikan pada Laporan Operasional sedangkan
belanja akan disajikan di Laporan Realisasi Anggaran.
REFERENSI
[1] Soemarso. 2005. Akuntansi
Suatu Pengantar. Edisi Revisi, Jakarta: Salemba Empat
[2] Suryanovi, Sri. 2014. Buku Seri Akuntansi Pemerintah: Akuntansi Pemerintah Pusat (Buku2).
Tangerang Selatan: Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
[3] Kartikahadi, Hans, et al. 2012. Akuntansi Keuangan Berdasarkan SAK Berbasis IFRS. Jakarta: Salemba
Empat.
[4] Republik Indonesia. 2010. Peraturan Pemerintah
Republik IndonesiaNomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah.
Lembaran Negara RI Tahun 2010, Nomor 123. Sekretariat Negara. Jakarta.
[5] Republik Indonesia. 2015. Peraturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 181/PMK.05/2015 Tahun 2015 tentang Sistem Akuntansi
dan Pelaporan Keuangan Utang Pemerintah. Berita Negara RI Tahun 2015, Nomor
1438. Sekretariat Negara. Jakarta.
JASA UNDERNAME EXSPORT-IMPORT.
BalasHapusPT.PRIMA SAPTA UTAMA.(UNDERNAME)
PT.KANAYA ABADI. (UNDERNAME)
Jl.Enggano Edam II No.1F Pos 8 Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta Utara INDONESIA
Phone : (021) 430 5573
Fax : (021) 4390 7139
Hp/SMS : 0852 1414 0018
E-Mail : pt.primasaptautama@gmail.com
Rizal.
Direktur