Senin, 06 Juli 2015

Rangkuman Buku

“Radical Disciple”

PENDAHULUAN
(Murid atau Orang Kristen?)
Sebutan “Orang Kristen” di Anthiokia demi mengindikasikan bahwa perbedaan2 kesukuan mereka teratasi oleh kesetiaan mereka kepada Kristus
Kata “Murid” adalah istilah yang lebih kuat menggambarkan hubungan antara pengikutNya dengan Yesus. Kedua belas orang dipilih untuk menjadi murid dan berada di bawah disiplin Sang Guru, Yesus.
Kita yang mengklaim diri sebagai Murid Yesus akan memancing pertanyaanNya: “Mengapa engkau menyebutKu ‘Tuhan, Tuhan’, dan tidak melakukan apa yang Aku katakan?” (Lukas 6:46)
Radikal berasal dari kata Latin “Radix” yang berarti akar/sumber. Kata ini dipakai untuk menggambarkan pandangan yang mengakar kuat dan sempurna dalam komitmen mereka.

Ada tingkatan komitmen yang berbeda dalam suatu komunitas Kristen, terlihat dalam perumpamaan penabur (Lukas 8:4-15)
Biasanya kita akan selektif dalam memilih komitmen yang sesuai dengan kita dan menghindari komitmen yang terlalu besar, tapi faktanya adalah kita tidak punya hak untuk memilih, kita harus tunduk pada otoritasNya.

Karakter Murid 1: “NON-KONFORMITAS”
Ada 2 ekstrim dalam komunitas Kristen:
a.       Eskapisme: tidak menjaga kekudusan dengan melarikan diri dari dunia
b.      Konformitas: mengorbankan kekudusan demi menyesuaikan dengan dunia
Padahal Allah memanggil umat untuk hidup berbeda dengan orang lain (kudus)
Non-konformitas adalah budaya alternative kristiani, sebuah panggilan untuk terlibat namun tidak berkompromi.
Tantangan Budaya/Tren dunia:
1.       Pluralisme àkita harus berpegang teguh pada keunikan Yesus Kristus
2.       Materialismeàkita harus menjadi komunitas yang sederhana kaum pengembara
3.       Relativismeàkita harus menjadi komunitas yang taat
4.       Narsismeàkita harus menjadi sebuah komunitas kasih kepada Allah dan sesame

Karakter Murid 2: “SERUPA DENGAN KRISTUS”
Apa tujuan Allah bagi umatNya? John Stott menjawab: Allah ingin umatNya menjadi serupa dengan Kristus.
1.       Dasar Alkitabiahnya:
Roma 8:29 à dari semula Allah telah menentukan umatNya untuk serupa dengan gambaran AnakNya (LAMPAU): Tujuan kekal Allah
2 Kor 3:18àkita diubah menjadi serupa dengan gambarNya (SEKARANG): Tujuan Allah dalam sejarah
1Yoh3:2àkita akan menjadi sama seperti Dia (MASA DEPAN): Tujuan eskatologis puncak Allah
2.       Contoh perjanjian baru
a.       Serupa Kristus dalam InkarnasiNya à keunikanNya
b.      Serupa Kristus dalam PelayananNya à kerendahhatianNya
c.       Serupa Kristus dalam KasihNya à kasih Agape yg berkorban
d.      Serupa Kristus dalam KetabahanNya à penderitaanNya
e.      Serupa Kristus dalam MisiNya à terlibat dengan dunia tanpa kompromi
3.       Konsekuensi Praktis
a.       Serupa dengan Kristus dan Misteri Penderitaan = Penderitaan merupakan bagian dari proses Allah membentuk kita menjadi serupa denganNya
b.      Serupa dengan Kristus dan Tantangan Penginjilan = Kita harus serupa dengan Kristus yang kita kabarkan
c.       Serupa dengan Kristus dan Berdiamnya Roh Kudus = untuk menjadi serupa denganNya, ijinkan Roh Kudus menguasai kita

Karakter Murid 3: “KEDEWASAAN”
Kekristenan dunia masa kini: Bertumbuh tanpa kedalaman
Kolose 1:28-29
Kata sifat Yunani “teleios” muncul 19x dalam Perjanjian Baru seringkali diterjemahkan dewasa atau (sangat jarang) sempurna.
Jenis kedewasaan:
a.       Fisik
b.      Intelektual
c.       Moral
d.      Emosional
e.      Rohani à Dewasa dalam Kristus = memiliki hubungan yang dewasa dengan Kristus
>>Apa itu kedewasaan Kristen?
Di dalam Kristus artinya terhubung denganNya secara personal, secara vital, dan secara organis yaitu melalui penyembahan, iman, kasih, dan ketaatan kita padaNya.
>>Bagaimana orang Kristen menjadi dewasa?
Kolose 1:15-20
Kita harus memiliki sudut pandang yang benar terhadap keagungan dan kemuliaan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat sehingga kita tahu bagaimana kita harus bersikap dengan Yesus dan seperti Yesus.
>>Bagi siapa panggilan kedewasaan ini ditujukan?
Kolose 1:28 terdapat pengulangan ‘tiap-tiap orang’ karena waktu itu ada dikotomi golongan hoi polloi (awam) yang disatukan oleh pistis (iman) dan hoi teleioi (kaum elit) yang disatukan dalam gnosis (pengetahuan khusus).

Prinsip pemuridan: Semakin baik pandangan kita pada Kristus, semakin baik pula pemuridan kita.

Kolose 1:29 “Itulah yang kuusahakan dan kupergumulkan dengan segala tenaga sesuai dengan kuasaNya, yang bekerja dengan kuat di dalam aku”
Kuusahakan = konteks buruh ladang
Kupergumulkan= konteks olahragawan
Adanya kerinduan Paulus untuk mengerahkan segala upaya untuk menjadikan orang-orang yang dia layani menjadi dewasa di dalam Kristus.
Kita harus dewasa dalam Kristus supaya dapat menjadikan orang lain dewasa dalam Kristus.

Karakter Murid 4: “KEPEDULIAN TERHADAP CIPTAAN”
“Tuhanlah yang empunya bumi” (Mazmur 24:1) dan bahwa “bumi itu telah diberikanNya kepada anak2 manusia” (Mazmur 115:16) merupakan hal yang saling melengkapi. Respon kita adalah:
1.       Menghindari mengilahkan alam
2.       Menghindari eksploitasi alam
3.       Kerja sama dengan Allah untuk memberdayakan alam
Allah menginginkan agar pekerjaan kita merupakan ekspresi dari penyembahan kita, dan kepedulian kita terhadap ciptaanNya merupakan cerminan kasih kita kepadaNya.
Menghadapi Krisis Ekologi:
1.       Percepatan pertumbuhan penduduk dunia
2.       Menipisnya SDA
3.       Masalah pembuangan limbah
4.       Perubahan iklim

Karakter Murid 5: “KESEDERHANAAN”
Piagam Perjanjian Lausanne (1974)  memutuskan untuk memeragakan gaya hidup sederhana, yaitu:
1.       Tidak diam bila ada perusakan alam, pemborosan, dan penimbunan SDA yg mengakibatkan kemiskinan
2.       Menjadi pengurus atas ciptaan Allah
3.       Meneladani Yesus yang meninggalkan kekayaan dan menjadi miskin agar lewat kemiskinanNya kita menjadi kaya (2Kor 8:9)
4.       Komunitas kedermawanan dan saling berbagi mencukupkan
5.       Ketaatan Kristen menuntut gaya hidup sederhana
6.       Program pengembangan SDM lebih bernilai daripada program pemberian bantuan
7.       Perubahan aspek keadilan dan poitik harus terjadi
8.       Panggilan untuk hidup sederhana selaras dengan panggilan bersaksi
9.       Melayani kaum marginal menyongsong kedatangan Tuhan

Karakter Murid 6: “KESEIMBANGAN”
Raja Edward VIII, mengenang masa kanak2nya berkata “Ayah saya (Raja George VI) adalah seorang pendisiplin yang ketat, ia selalu menegur saya ‘Anakku engkau harus selalu ingat siapa engkau’” karena saat ia ingat siapa dia, dia akan bersikap tepat dan tidak sembarangan.
Siapa kita? 1 Petrus 2:1-17
1.       Sebagai BAYI yang baru lahir, kita dipanggil untuk BERTUMBUH
2.       Sebagai BATU-BATU HIDUP, kita dipanggil untuk BERSEKUTU
3.       Sebagai IMAM-IMAM KUDUS, kita dipanggil dalam PENYEMBAHAN
4.       Sebagai UMAT KEPUNYAAN ALLAH, kita dipanggil untuk BERSAKSI
5.       Sebagai PERANTAU dan PENDATANG, kita dipanggil kepada KEKUDUSAN
6.       Sebagai PELAYAN-PELAYAN ALLAH, kita dipanggil ke dalam KEWARGANEGARAAN SURGA


Keseimbangannya:
Murid secara individu juga sebagai anggota gereja, merupakan penyembah sekaligus saksi Allah, merupakan pengembara juga warga negara surga

Karakter Murid 7: “KEBERGANTUNGAN”
Kita datang ke dunia dan akan meninggalkan dunia secara penuh bergantung kepada kasih, perhatian, kepedulian, dan perlindungan orang lain. Inilah natur fisik yang diberikan Allah bagi kita.
“Bertolong-tolonglah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus” (Galatia 6:2)
Kristus sendiri datang ke dunia sepenuhnya bergantung pada Maria, saat kematiannya pun Dia tergantung.
Dalam pribadi Kristus kita belajar bahwa kebergantungan tidaklah membuat seseorang kehilangan martabat/nilai diri mereka.

Karakter Murid 8: “KEMATIAN”
Kekristenan menawarkan kehidupan kekal, utuh, dan penuh namun jalan satu-satunya untuk menujunya adalah kematian. Hal ini terdapat dalam aspek :
1.       Pokok Keselamatan à Kristus mati supaya kita hidup
2.       Pokok Pemuridan à Kita mematikan perbuatan jahat kita maka kita akan hidup
3.       Pokok Misi à Benih harus mati supaya berlipat ganda
4.       Penganiayaan à Penderitaan agar kita hidup
5.       Kemartiran à Penderitaan dan kematian tidak dapat diabaikan dari pemuridan Kristen
6.       Kefanaan à Kita dijanjikan Tuhan kehidupan yang ‘lebih baik’

Kematian tidak seharusnya membuat takut orang Kristen, karena melalui kematian kita akan mengalami kehidupan, itulah paradoks dari kekristenan.

Mimpi Pemungut Cukai bagi Negeri


Lima tahun yang lalu, ketika saya masih duduk di bangku perkuliahan Semester V, saya mencoba untuk mengaktualisasikan diri melalui dunia blog. Namun itu hanya menjadi euforia singkat tatkala hanya ada 1 atau 2 artikel yang dapat saya unggah.

Kini, berkat keisengan saya mengikuti sayembara penulisan dalam rangka HUT Perkantas ke-44, tak dinyana saya dianugerahi juara 1. Sungguh di luar ekspektasi saya, karena sejatinya motivasi saya mengikuti lomba itu hanyalah supaya tulisan tersebut dibaca oleh kaum akademisi yang melayani di lingkungan Perkantas dan mereka memahami pergumulan di dunia bea cukai. Terima kasih kepada Tuhan dan  kawan editor yang menolong saya belajar menulis.  Pencapaian inilah yang membuat saya termotivasi kembali untuk menggeluti dunia blogger, dengan dorongan dari rekan pelayanan untuk menjadikan menulis sebagai passion.

Berikut ini karya pertama saya yang dimuat di media berskala nasional. Semoga menjadi berkat..


Mimpi Pemungut Cukai bagi Negeri

“Kerja di mana lo sekarang?”|
”Di Priok, Bro, Bea Cukai”|
”Waaah, tajir lo! Kalau  ada gadget murah, kabari ya, Bro!”|
”Yailaaahhh.…”
Percakapan tersebut tak jarang Penulis alami selepas menyelesaikan pendidikan Program Diploma III Kepabeanan dan Cukai di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Beberapa teman SMA bahkan teman pelayanan yang baru Penulis kenal di Jakarta, setelah mendengar di mana Penulis bekerja, ada 2 (dua) hal yang paling sering terlintas di pikiran mereka yaitu KAYA dan BM (Barang Murah/Black Market). Bagaimana dengan Pembaca sendiri? Apa yang Pembaca pikirkan apabila mendengar kata “Bea Cukai”?
Bea Cukai berasal dari 2 (dua) kata, yaitu “Kepabeanan” dan “Cukai”. Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean serta pemungutan Bea Masuk (Barang Impor) dan Bea Keluar (Barang Ekspor). Sedangkan Cukai adalah pungutan negara terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai karakteristik: jumlah konsumsinya perlu dikendalikan; peredarannya perlu diawasi; pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif; atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan  (misalnya: hasil tembakau, minuman beralkohol dengan kadar tertentu, dan etil alkohol).
 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) memiliki tugas dan fungsi sebagai Revenue Collector (Pemungut penerimaan negara), Community Protector (Pelindung industri dalam negeri), Trade Facilitator (Fasilitator perdagangan internasional), Industrial Assistance (Pendukung perdagangan dalam negeri); dan Border Management (Pengawas lalu lintas perbatasan). Kelima tugas tersebut mencakup aspek pelayanan dan pengawasan yang menjadi dilema bagi setiap pejabat pengambil keputusan di DJBC, di mana masyarakat menuntut pelayanan kepabeanan secepat mungkin dan di sisi lain pemerintah tidak mengharapkan masuknya barang ilegal. Kompleksitas tugas ini membuat peran setiap pegawai bea cukai menjadi vital bagi aspek keamanan dan keuangan Indonesia. Sebagai gambaran, data penerimaan bersih DJBC tahun 2014 sebesar Rp 358.624.319.767.373,- mampu dikumpulkan oleh seluruh pegawai bea cukai dari Sabang sampai Merauke yang berjumlah sekitar 13.500 orang. Rasio kontribusi tiap pegawai adalah sekitar Rp 27 Milyar per tahun, yang disetorkan untuk penerimaan negara. Sungguh pencapaian yang fantastis!
Lalu apa kata Alkitab tentang bea cukai? Kemungkinan besar kita akan langsung teringat pada kisah pemanggilan Lewi oleh Yesus untuk menjadi murid-Nya (Markus 2:13-17), kisah pertemuan Yesus dengan Zakheus  (Lukas 19:1-10), serta perumpamaan tentang orang Farisi dan pemungut cukai (Lukas 18:9-14). Pemungut cukai merupakan salah satu jenis pekerjaan di masyarakat Yahudi waktu itu yang dipandang buruk bahkan dibenci oleh masyarakat Yahudi di sekitar mereka. Alasannya setidaknya ada tiga: pemungut cukai dinilai memberatkan rakyat; mereka menarik pajak untuk pemerintah Romawi yang dianggap musuh oleh rakyat; dan cara yang mereka gunakan sangat kejam serta cenderung korup.
Pekerjaan yang memiliki stigma negatif sejak zaman Yesus berkarya di bumi, kini Penulis jalani sebagai visi yang Tuhan berikan. Penulis meyakini bahwa Tuhan menempatkan orang-orang pilihan-Nya tidak di tempat dan waktu yang sembarangan. Mengapa Tuhan mengubah tujuan hidup Penulis yang semula ingin menjadi seorang arsitek menjadi seorang PNS, mengapa Penulis gagal masuk STAN di tahun 2007 namun berhasil masuk setahun berikutnya, mengapa setelah lulus Penulis harus menunggu untuk dipekerjakan di DJBC tidak seperti angkatan sebelumnya, dan hal-hal lain yang Penulis pertanyakan, seluruhnya mengantarkan Penulis pada suatu kesimpulan “Bea Cukai adalah bidang tempat saya menjadi saksiNya”.
Melihat alumni STAN Bea Cukai menjadi pegawai yang takut akan Tuhan—bukan takut pada atasan, sistem, maupun penempatan di pelosok Indonesia—adalah mimpi utama Penulis. Terlebih bila ada pekerja-pekerja Kristus yang berintegritas menguasai jabatan struktural maupun menjadi garda terdepan pengambil keputusan, maka betapa amannya Bangsa Indonesia dari sisi persaingan industri, keuangan negara, maupun gempuran barang impor yang dilarang dan dibatasi. Pertanyaannya, bagaimana mencetak pekerja Kristus tersebut?
Penulis yang saat ini masih aktif di pelayanan kampus sebagai penilik, berjuang untuk mempertahankan adanya pemuridan bagi mahasiswa STAN Bea Cukai dalam wadah Persekutuan Mahasiswa Kristen dan Katolik yang dikenal dengan PMK-KMK BC. Wadah ini termasuk persekutuan yang sedang dirintis karena pengaruh moratorium penerimaan mahasiswa STAN pada tahun 2011 s.d. 2013. Moratorium ini juga membuat Penulis ‘turun gunung’ kembali melayani mahasiswa yang secara usia berbeda 7 (tujuh) tahun lebih muda. Di dalam PMK-KMK BC, mahasiswa yang mayoritas perantau ini tidak hanya diberikan penginjilan dalam bentuk ibadah komunal, namun juga pembinaan, pelipatgandaan, dan pengutusan yang diaplikasikan dalam wadah kelompok kecil. Dari kelompok kecil inilah diharapkan muncul pribadi-pribadi yang tidak hanya unggul secara akademis namun juga menjadikan Kristus sebagai pusat hidupnya.
Mengapa melayani mahasiswa? Panggilan pelayanan menuntun Penulis memberi diri melayani mereka yang pada rentang usia 19 s.d. 22 tahun sangat haus akan aktualisasi diri. Mereka akan mencari segala sesuatu yang dapat membantu mereka menemukan identitas dan jati dirinya. Peran vital mahasiswa juga tidak dapat kita lupakan dari catatan sejarah reformasi Bangsa Indonesia. Idealisme mereka yang masih murni pula yang memotivasi Penulis di dalam pimpinan Roh Kudus untuk melayani kaum intelektual menjadi pekerja Kristus.
Dengan kemungkinan penempatan ke seluruh pelosok Indonesia, Penulis juga memiliki angan mengadakan gerakan “Satu Persekutuan dan Satu Gereja” supaya alumni PMK-KMK BC terlibat aktif dalam persekutuan di kantor tempat dia berada dan di gereja setempat. Sungguh alangkah indahnya bila bekal yang mereka peroleh di persekutuan mahasiswa dapat dibagikan kepada sesama yang memiliki kesamaan pergumulan pekerjaan serta menjadi berkat bagi komunitas gerejawi. Penulis pun berharap alumni PMK-KMK BC tidak menjadi garam tawar yang gagal mencegah kebusukan sekitarnya, oleh karena itu diperlukan komunitas dan jaring komunikasi yang kuat untuk saling mendoakan sehingga garam tetap terjaga keasinannya dan terang tetap terjaga pancarannya.
Menjadi salah satu widyaswara (dosen di STAN) adalah ambisi pribadi Penulis. Jenjang karier tersebut akan terbuka setelah seorang pegawai bea cukai dinilai sangat kompeten di bidang kepabeanan dan cukai. Hal ini membuat Penulis wajib mengembangkan diri terus-menerus supaya mampu memberikan kontribusi maksimal terhadap institusi hingga dipercaya mendidik generasi muda calon penerus DJBC yang diperlengkapi dengan nilai-nilai Kekristenan.

Andrea Hirata dalam Buku Sang Pemimpi menyebutkan bahwa “Berhenti bercita-cita adalah tragedi terbesar dalam hidup manusia." Walaupun telah terikat secara kedinasan menjadi seorang aparatur sipil negara hingga pensiun nanti, tidak menghalangi Penulis untuk memiliki mimpi yang telah diuraikan di atas. Kiranya Tuhan Yesus senantiasa menyertai langkah Penulis dalam menghadirkan Kerajaan Allah di DJBC dan di kampus, sehingga bukan tragedi besar yang akan terjadi dalam hidup Penulis melainkan pengabdian sepenuh hati untuk negeri.

Sample text

Sample Text

Sample Text

Social Icons

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Followers

Social Icons

Featured Posts

Pages