“Bro,
bea cukai itu kerjanya apa sih, nangkepin penyelundup2 kayak di TV itu ya?” |
“Bea
Cukai itu luas bro, punya 6 fungsi, ga cuma nangkep2 penyelundup.” |
“Nah
lu sendiri kerja di bagian apa?” |
“Gue
agent contact center bro, di bagian
informasi” |
“Yah,
lulus kuliah cuma jadi tukang angkat telepon? Kagak keren amat bro.”
“Jangan
salah bro, contact center itu sarana utama DJBC untuk mendengarkan dan memberi
informasi kepada penguna jasa, istilahnya: ‘single
point of contact’. Ga melulu angkat telpon bro. Bisa lewat SMS, e-mail, ato
media sosial.”
Cuplikan percakapan di
atas Penulis alami ketika bertatap muka dengan kawan lama yang ‘kepo’ seputar dunia kepabeanan dan cukai.
Dari rasa ingin tahu itu terciptalah percakapan, dari percakapan itu
terciptalah keakraban, dari keakraban terciptalah rasa kepercayaan, jika rasa
ingin tahu tersebut tidak dibarengi dengan tanggapan yang informatif dari lawan
bicaranya maka keingintahuannya pelak tidak akan terpuaskan, alhasil
kepercayaan akan nihil terwujud diantara kedua pihak. Informasi dapat menjadi
gerbang utama terciptanya kepercayaan.
Kepercayaan menjadi suatu
keniscayaan bagi organisasi yang memiliki banyak pemangku kepentingan. Sebagai
contoh, apa jadinya jika kita pada saat ingin mengajukan kredit di Bank XYZ
mendapati bahwa Customer Service memberikan informasi yang tidak lengkap dan
mengakibatkan nasabah merasa terjebak? Apa jadinya bila kita hendak bertanya
tentang perpanjangan STNK kendaraan asli daerah di Samsat dan mendapati jawaban
yang tidak pasti bahkan berkesan dilempar ke sana kemari? Baik bagi organisasi
yang berorentasi profit maupun non-profit, tentunya bukan hanya kepercayaan
kita kepada orang yang memberikan informasi kepada kita tadi yang rusak, namun
kepercayaan kita kepada organisasi tersebut juga akan pupus seketika.
Informasi dewasa ini
menjadi produk yang tidak bisa dipungkiri juga sangat berharga bagi kehidupan
sosial manusia. Seberapa banyak dari kita yang rutin membuka handphone sekadar
untuk mengakses group chat di aplikasi WhatsApp, BlackBerry Messenger, Line,
dan sebagainya supaya kita tahu ada informasi terbaru apa yang ada di grup
tersebut? Rasanya kita akan ketinggalan banyak hal penting apabila melewatkan
momen sharing informasi yang kerap dilakukan oleh masing-masing anggota grup.
Tak jarang pula informasi tersebut berkaitan dengan dinamika yang terjadi dalam
organisasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dan dapat menjadi indikator
bagi pegawai untuk peningkatan kinerja demi tercapainya visi DJBC.
Informasi yang baik
apabila disampaikan dengan cara yang tidak baik, dapat dipastikan inti pesan
yang disampaikan tidak akan diterima dengan sempurna oleh komunikan. Jika
dahulu nenek moyang kita memilih untuk berjalan ribuan kilometer hanya untuk
menyampaikan informasi penting, lambat laun melalui perkembangan teknologi
Indonesia mengenal surat (pada jaman kerajaan) , telegraf (1855), telepon
(1882), telegram (1920), surat elektronik (1960), sampai internet (1992) sebagai
sarana berkirim pesan. Dari beberapa media komunikasi tersebut, yang masih efektif digunakan dari segi kecepatan dan
kepastian tersampaikannya informasi, telepon dan internet menjadi saluran yang
jamak digunakan oleh orang Indonesia sampai saat ini. Menurut data tahun 2015 yang
dirilis oleh Asosiasi Jasa Penyelenggaraan Internet Indonesia (APJII) dan Pusat
Kajian Komunikasi (Puskakom) UI, dari 88,1 juta jiwa pengguna internet di
Indonesia, 75% di antaranya atau sekitar 66,5 juta orang menggunakan media
sosial untuk bertukar informasi. Tentunya
kita sendiri termasuk dalam angka tersebut sebagai orang Indonesia yang pernah
mengakses internet ataupun menelepon customer service dengan tujuan mendapatkan
jawaban tentang bagaimana cara melakukan sesuatu hal.
Kesadaran DJBC akan
pentingnya penyampaian informasi kepada pihak eksternal terlihat dengan adanya
Unit Eselon III yaitu SubDirektorat Humas dan Penyuluhan di bawah Direktorat
Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, serta dibentuknya unit-unit
Penyuluhan dan Layanan Informasi (PLI) di masing-masing unit vertikal DJBC.
Informasi yang dimiliki oleh DJBC baik itu klarifikasi pemberitaan terkait bea
cukai, penerbitan peraturan baru, maupun prestasi yang dicapai DJBC perlu
dikelola sedemikian rupa untuk kemudian dikomunikasikan dengan media yang tepat
kepada pihak eksternal.. SubDirektorat Humas dan Penyuluhan berotoritas menjaga
relasi antara institusi DJBC, stakeholder, dan masyarakat umum yang bertujuan
untuk memelihara reputasi dan legitimasi pemerintah, sebagai jembatan
komunikasi, dan tercapainya mutual benefit relationship.
Contact
Center Bravo Bea Cukai 1500225 hadir sebagai unit di bawah
SubDit Humas dan Penyuluhan yang memiliki fungsi sebagai penerima permohonan
informasi maupun penyampaian keluhan terkait layanan kepabeanan dan cukai dari
pengguna jasa. Unit baru di lingkungan kantor pusat DJBC tempat Penulis
berkarya ini sudah beroperasi sejak 1 Oktober 2014. Dengan usia yang belum genap 1 (satu) tahun,
Bravo Bea Cukai telah berhasil meraih beberapa penghargaan seperti: The Best Smart Team dan The Best Contact Center Operation 2015 dalam
gelaran lomba yang diadakan oleh Indonesia
Contact Center Association (ICCA) serta menjadi finalis se-Asia Pasifik
untuk kategori Best Small Contact Center
2015 dalam perhelatan kompetisi Contact
Center World. Prestasi tersebut dapat dicapai dengan penuh perjuangan dan
pengorbanan dari setiap pegawai yang ditempatkan di unit tersebut di bawah
pimpinan Kepala Seksi Penyuluhan dan Layanan Informasi. Penulis merasa
terhormat menjadi salah satu pionir pembentukan unit yang menjadi pintu gerbang
yang menghubungkan pengguna jasa dengan institusi DJBC ini.
Dalam melakukan tugas dan
fungsinya, SubDit Humas dan Penyuluhan mengidentifikasi obyek humas menjadi 3 (tiga) kategori yaitu :
1. Direct
Object: meliputi para pengguna jasa yang dalam kesehariannya berurusan dengan
bidang kepabeanan dan cukai
Contohnya: importir/eksportir, PPJK,
atau Pengusaha BKC;
2. Indirect
Object: meliputi pihak-pihak yang tidak berhubungan langsung dengan bidang
kepabeanan dan cukai namun memiliki kepentingan terhadap DJBC;
Contohnya: media massa, pengamat
ekonomi, atau golongan akademisi;
3. General
Object: merupakan obyek dengan jumlah terbesar di antara obyek lainnya yang meliputi
masyarakat pada umumnya dengan stigma negatif yang mereka miliki terhadap DJBC.
Contohnya: penerima barang kiriman
dan masyarakat pada umumnya.
Dengan adanya Bravo Bea Cukai, ketiga
obyek humas tersebut dapat dengan mudah melakukan kontak dengan DJBC untuk
mendapatkan informasi atau menyampaikan keluhan terkait pelayanan kepabeanan
dan cukai melalui saluran telepon, SMS, e-mail,
maupun media sosial. Hal-hal terkait implementasi peraturan, penerapan
kebijakan tiap kantor pelayanan, sistem informasi dan automasi DJBC, hingga
kasus yang sangat spesifik menimpa pengguna jasa menjadi topik yang sering
Penulis jumpai sehari-hari.
Penulis meyakini bahwa pelayanan
yang diberikan oleh Bravo Bea Cukai dalam bentuk memberikan informasi dan
menerima keluhan dari pengguna jasa berimplikasi pada kelancaran logistik impor
dan ekspor di Indonesia. Sebagai gambaran, sampai dengan tulisan ini disusun,
pertanyaan terkait prosedur registrasi kepabeanan hampir selalu menjadi topik
yang favorit ditanyakan oleh pengguna jasa kepada Bravo Bea Cukai, bergantian
dengan topik barang kiriman. Jawaban yang bersifat panduan maupun solutif dari
para agent dapat memudahkan sekaligus mempercepat pengguna jasa untuk melakukan
registrasi NIK sesuai dengan peraturan registrasi kepabeanan. Salah satu agent
Bravo Bea Cukai pun pernah mendapatkan telepon berisi pujian yang disampaikan
oleh pengguna jasa tentang inovasi yang dilakukan oleh DJBC di bidang
registrasi. Penelepon tersebut memberikan kesan positif terhadap pengurusan NIK
oleh DJBC yang dulu memakan waktu hingga 14 (empat belas) hari bahkan lebih dan
masih menyertakan hardcopy dokumen, kini sejak terbitnya PMK 59/PMK.04/2014
pengurusan NIK seluruhnya secara digital/online dan akan mendapatkan keputusan
paling lama 5 (lima) hari sejak dokumen diterima dengan lengkap serta telah
mendapat TTPRK (Tanda Terima Permohonan Registrasi Kepabeanan). Tanpa informasi
yang didapatkan secara komprehensif,
penelepon tersebut bukan tidak mungkin akan tetap berpandangan negatif
bahwa kinerja DJBC sangat lambat, kalah dengan institusi kepabeanan negara
tetangga, tidak mendukung industri kecil dalam melakukan impor, dan berbagai
stigma buruk lainnya.
“Pak Ali saya ingin
bertanya, kalau saya mau impor mesin cuci sebanyak 5 (lima) buah melalui jasa
kurir DHL, apa saja persyaratannya?” Jenis pertanyaan demikian tidak jarang
pula diterima oleh agent Bravo Bea Cukai. Sebagai pegawai layanan informasi DJBC,
Penulis sangat bersyukur mendapatkan pertanyaan yang seperti demikian. Apa
pasal? Pertama, pertanyaan yang terbuka dapat membuat agent Bravo Bea Cukai
memberikan jawaban sekaligus melakukan edukasi perihal tata laksana dan
kewajiban kepabeanan kepada pegiat usaha baru yang bergerak di bidang
ekspor/impor. Kedua, informasi lengkap yang diperoleh pengguna jasa sebelum
melakukan importasi dapat berimbas pada minimnya waktu timbun pada saat
pre-clearance yang biasanya membengkak karena ketidaktahuan importir sehingga
belum dapat memenuhi kewajiban pabeannya terutama dokumen perizinannya atau
dokumen larangan dan pembatasannya. Dengan kata lain, layanan informasi Bravo
Bea Cukai secara tidak langsung berkontribusi mengurangi ‘Dwelling Time’ dari
sisi pengguna jasa.
Penulis yang saat ini
bertugas sebagai salah satu Ketua Tim Layanan Informasi dan Pengaduan (LIP) di
Bravo Bea Cukai, berkesempatan untuk menyusun database peraturan yang digunakan
oleh para agent dalam menjawab telepon pengguna jasa, yang dikenal dengan
sebutan Customs Knowledge Base. Selain
peraturan, database tersebut juga tersusun atas Frequently Asked Question (FAQ) yang dikumpulkan dari kantor-kantor
pelayanan DJBC dan Katalog Informasi yang berisi intisari dari peraturan yang
disederhanakan untuk memudahkan agent dalam menjawab terlepon secara tepat dan
cepat. Ketua Tim juga bertugas untuk melakukan asistensi kepada agent saat
menerima telepon dan e-mail serta memberikan masukan kepada Kepala Unit LIP
perihal tren permasalahan terkini tentang layanan kepabeanan dan cukai untuk
kemudian menjadi bahan laporan ke unit vertikal DJBC terkait. Informasi yang
dikumpulkan oleh Bravo Bea Cukai dari pengguna jasa dapat digunakan sebagai
bahan oleh DJBC untuk terus menyederhanakan prosedur kepabeanan dan cukai serta
penerapan sistem manajemen resiko yang handal.
Barang kiriman selama ini
dinilai sebagai sektor layanan pabean yang tidak signifikan dalam menyumbang
penerimaan negara, namun berdasarkan data permohonan informasi di Bravo Bea
Cukai selalu menduduki posisi 2 (dua) besar masalah yang sering ditanyakan dan
berpengaruh besar terhadap citra DJBC. Oleh karena itu, regulasi terkait topik
tersebut menarik perhatian para pimpinan DJBC untuk segera dirumuskan peraturan
pengganti PMK 188/PMK.04/2010 tentang Impor Barang yang Dibawa Penumpang, Awak
Sarana Pengangkut, Pelintas Batas, dan Barang Kiriman. Diharapkan dengan adanya
peraturan baru tersebut dispute yang
selama ini terjadi pada layanan tersebut dapat diminimalisasi, serta penerimaan
negara dalam bentuk bea masuk dan/atau cukai dari layanan tersebut dapat
dioptimalkan.
Yudi Pramadi, yang pernah menjabat sebagai Kepala Biro KLI
Sekretariat Jenderal Kemenkeu berpendapat mengenai fungsi layanan informasi di
tiap unit Eselon 1 Kemenkeu: “Di samping memitigasi complain pengguna jasa,
hal yang tak kalah penting untuk diperhatikan adalah edukasi publik. Lakukan sebanyak-banyaknya
dan lakukan terus menerus sehingga pengguna jasa layanan DJBC dapat mengetahui
tugas dan fungsi DJBC.” Kebutuhan DJBC untuk memiliki saluran single-point-of-contact yang tersedia
bagi pengguna jasa terpenuhi dengan kehadiran Bravo Bea Cukai. Saat ini selain
menerima keluhan dan pertanyaan dari pengguna jasa serta memberikan edukasi
kepada mereka, unit ini juga dapat memberikan kontribusi secara tidak langsung
terhadap sosialisasi serta implementasi tugas dan fungsi DJBC seperti yang
telah diuraikan di atas. Penulis berharap Bravo Bea Cukai di masa depan dapat
menjelma menjadi Sistem Peringatan Dini (Early
Warning System) untuk setiap kebijakan yang telah diciptakan oleh DJBC,
sehingga dampak yang dihasilkan dari kebijakan tersebut dapat terpantau melalui
data yang masuk ke sistem contact center
Bravo Bea Cukai dan menjadi bahan evaluasi untuk pengambilan kebijakan
selanjutnya. Kiranya anggota Bravo Bea Cukai dan para pegawai PLI di daerah terus
berjuang mengemban tanggung jawab sebagai ujung tombak layanan informasi sehingga
bagian PLI tidak lagi dipandang sebagai unit yang tidak populer dan hanya
ditempati oleh pegawai nomor dua, namun menjadi unit vital yang dapat menyokong
DJBC menjadi institusi kepabeanan dan cukai terkemuka di dunia. BRAVO BEA CUKAI!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar